Take a fresh look at your lifestyle.

Mahal Terjual, Murah Terabaikan

0 1,046

Ilustrasi Investasi PropertiKetika itu, ada sebuah perusahaan pengembang di DKI Jakarta sedang memasarkan sebuah komplek perumahan klaster eksklusif dengan banderol harga sangat tinggi senilai Rp 10 miliar untuk sebuah rumah 2 lantai dengan luas lahan sekitar 500 m2.

Hal ini masih wajar bila lokasinya masih berada di dalam kota dengan harga tanah yang tinggi. Memang lokasi proyek tersebut masih dapat dikatakan wilayah elit, meskipun harga tanah tidak setinggi pusat kota.

Tidak disangka dalam waktu 1 bulan, telah terjual 26 unit dari 30 unit yang dipasarkan. Hal yang sangat luar biasa. Terlepas dari strategi marketing yang diterapkan, ternyata properti rumah dengan harga Rp. 10 miliar mempunyai peminat yang sangat banyak di segmen kalangan atas.

Apa yang akan mereka lakukan terhadap rumah tersebut? Sekedar membeli karena kelebihan uang, investasi, atau untuk ditinggali? Semuanya kembali dengan jawaban bahwa apapun motifnya, properti akan mencerminkan status sosial mereka.

Dengan tanggapan pasar yang sangat baik, pengembang tidak mau kehilangan momen dengan segera mengembangkan proyek serupa yang kebetulan persis bersebelahan dengan proyek lama. Kali ini mereka membangun dengan ukuran yang lebih kecil dengan mematok harga Rp 5 miliar untuk sebuah unit rumah. Permintaan pasar pada proyek sebelumnya sangat tinggi, apalagi bila harganya lebih murah, pasti habis dalam sekejap, begitu pikir pengembang.

Satu bulan berjalan….Dua bulan berjalan. Tanda tanya besar. Penjualan tidak juga menunjukkan tren yang baik. Dari 50 unit yang direncanakan, baru terjual 8 unit, itupun dengan effort yang sangat keras dari pemasaran, dengan discount dan gimmick yang bertaburan. Apa yang sedang terjadi di pasar ?

Related Posts
1 daripada 6,809

Pengembang segera melakukan survei persaingan yang ternyata juga tidak ada pesaing sejenis di pasar. Apakah pasar di segmen ini telah habis? Namun kayaknya tidak terlalu masuk akal bila kalangan atas di Jakarta hanya berjumlah 26 orang yang sudah membeli 26 unit proyek sebelumnya.

Di awal pembangunan proyek, sempat kami berdiskusi mengenai perkiraan adanya pasar proyek eksklusif tersebut dan sempat saya ingatkan masalah prestise yang ada di jiwa properti. Dengan kondisi saat ini ternyata ada satu jawaban lagi selain prestise dalam dunia properti, yaitu gengsi.

Apa yang dilakukan oleh pengembang dengan merubah ukuran lebih kecil sepertinya masuk akal untuk memperbesar pasar konsumen. Namun ternyata pasar melakukan penolakan dan logika pasar khususnya untuk menengah atas sering terbalik-balik.

Diperkirakan pasar kalangan menengah atas ‘yang lain’ tidak mau membeli rumah, jika di sebelahnya terdapat rumah dengan harga yang lebih tinggi dari yang dia beli. Masa sih membeli rumah yang lebih murah! Gengsi dong!

Untuk properti menengah atas malah semakin mahal semakin diincar karena akan menaikkan prestise dan gengsi! Tidak percaya?

“Properti kelas atas ternyata tidak hanya bicara perihal lokasi, namun lebih pada status sosial, prestise, dan gengsi.”

 

Penulis : Ali Tranghanda – Direktur Indonesia Property Watch

 

Tinggalkan komen