Take a fresh look at your lifestyle.

SP PLN Tolak Klausul ‘Take or Pay’ Listrik Swasta yang Merugikan PLN

0 1,418
foto : istimewa
foto : istimewa

Jakartakita.com – Serikat Pekerja (SP) Perusahaan Listrik Negara (PLN) menolak klausul take or pay pembangkit listrik swasta/Independent Power Producer (IPP) karena dinilai sangat merugikan PLN dan pada akhirnya harga listrik akan menjadi semakin mahal diterima oleh masyarakat.

Melalui siaran pers yang diterima Jakartakita.com, Kamis (22/12/2016), Ketua Umum Serikat Pekerja (SP) PLN, Ir. Jumadis Abda MM, MEng mengungkapkan, akibat keberadaan pembangkit listrik swasta (IPP) dan klausul kontraknya yang mewajibkan PLN membeli kWh produksinya, maka salah satu pembangkit PLN yang terkena dampaknya adalah PLTU Bukit Asam di Sumsel.

“Dampak ini diakibatkan karena pembangkit IPP China Sumsel 5 mulai beroperasi pada tanggal 29 November 2016 yang lalu. Karena daya pembangkit yang berlebih pada sistem Sumsel maka PLTU Bukit Asam harus distop/di-shutdown,” jelas Jumadis.

Related Posts
1 daripada 5,265

Dijelaskan, di-stop-nya PLTU Bukit Asam ini karena harus menerima beroperasinya pembangkit IPP Sumsel 5 tersebut. Dengan klausul take or pay tersebut maka ‘ambil atau tidak diambil’ kWh nya maka PLN harus bayar dengan CF/AF = 85%.

“Apabila hal ini terus berlanjut maka akan mendatangkan kerugian bagi PLN sekitar Rp. 500 M/Tahun,” ujar dia.

“Kerugian ini didapat dari selisih kWh beli pembangkit IPP dibanding harga pokok produksi PLTU Bukit Asam sendiri. Harga kWh IPP Sumsel 5, US$cent 5,8/kWh (Rp. 780/kWh) lebih mahal dibandingkan yang dibangkitkan sendiri PLTU Bukit Asam yang hanya sekitar Rp. 300/ kWh,” sambungnya.

Dalam siaran pers tersebut juga disebutkan beberapa tuntutan dari SP PLN yang antara lain; Meminta kepada Dirut PLN untuk menghilangkan atau membatalkan klausul take or pay dalam setiap perjanjian jual beli listrik dengan pihak swasta; Meminta Dirut PLN untuk mengendalikan masuknya pembangkit swasta melalui Power Purchase Agreement (PPA), maksimal hanya 20% dari total pembangkit yang dioperasikan sehingga keandalan dan efisiensi sistem kelistrikan dapat optimal; Meminta Dirut PLN dan Pemerintah untuk mengevaluasi RUPTL yang memberi kesempatan lebih besar kepada swasta untuk membangun pembangkit; dan Meminta Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan UU No. 30/2009 terutama pada pasal keterlibatan atau partisipasi swasta dalam membangun serta memiliki sektor ketenagalistrikan ini, terutama di sektor pembangkit yang merupakan ‘dapurnya’ sektor ketenagalistrikan.

 

Tinggalkan komen