Dongkrak Daya Saing, 40 Pengusaha Lokal Ikut Ajang The 5th China International Aquaculture Product Expo 2018
Jakartakita.com – Dalam rangka meningkatkan daya saing perikanan dan pertanian di pasar international, sebanyak 40 pengusaha akuakultur lokal akan turut serta dalam ajang The 5th China International Aquaculture Product Expo 2018 yang akan berlangsung pada 18-20 Juni mendatang, di Zhanjiang, Guandong Province, Republic of China.
President Direktur PT Bina Aquanik Jaya, Henry Rahardja mengatakan, acara ini menjadi salah satu ajang industri paling profesional dan bergengsi di industri budidaya perikanan di Tiongkok.
Pasalnya, lebih dari 60 persen udang domestik Tiongkok diperdagangkan dalam pameran ini, sehingga menjadikan acara ini sebagai pilihan pertama bagi pedagang grosir produk-produk akuakultur dan pelaku bisnis perikanan dari seluruh penjuru Tiongkok.
“Melalui acara ini diharapkan asosiasi industri akuakultur dan para pelaku bisnis perikanan di Indonesia dapat memperoleh pemahaman terkait industri budidaya perikanan. Sejak 2009, Indonesia menjadi negara produsen akuakultur terbesar kedua di dunia setelah China,” jelasnya, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (20/4/2018)
Lebih rinci diungkapkan, industry akuakultur tidak hanya menghasilkan protein hewani berupa ikan, moluska (kekerangan), dan krustasea (udang, lobster, kepiting dan rajungan). Tetapi juga, rumput laut, teripang, invertebrata, dan ribuan jenis organisme perairan lainnya sebagai bahan baku (raw materials) untuk industri makanan dan minuman, farmasi, kosme tik, cat, film, bioenergi, dan ratusan jenis industri lainnya.
Selain itu, lanjutnya, marikultur juga bisa menghasilkan perhiasan yang sangat mahal seperti kerang mutiara. Dan, dapat berfungsi sebagai penyerap karbon, sehingga turut mencegah terjadinya pemanasan global (global warming).
Seiring dengan jumlah penduduk dunia yang terus bertambah dan meningkatnya kesadaran umat manusia tentang gizi ikan dan seafood yang lebih sehat dan mencerdaskan, permintaan terhadap sejumlah komoditas dan produk akuakultur juga diyakini bakal terus membesar. Selain itu, dari sisi penggunaan pakan, sistem produksi ikan budi daya, enam kali lebih efisien ketimbang sistem produksi daging sapi.
Karena itu, sangat logis bila dalam dua dekade terakhir, akuakultur merupakan sektor pangan dengan laju pertumbuhan tertinggi dan tercepat di dunia (FAO, 2016).
“Teknologi produksi perikanan budi daya itu relatif mudah dan kebanyakan masyarakat Indonesia sudah ter biasa dengan usaha akuakultur. Investasi dan modal kerja yang dibutuhkan juga relatif kecil,” jelas Henry.
Ditambahkan, jika dikerjakan secara profesional dan penuh ketekunan mengikuti best aquaculture practices cara budi daya yang terbaik, usaha akuakultur dapat menghasilkan keuntungan yang besar, dan menyejahterakan rakyat secara berkelanjutan.
“Lebih dari itu, pembangunan dan bisnis akuakultur akan secara signifikan membantu bangsa ini, bukan hanya untuk berswasembada pangan, farmasi, kosmetik, dan bioenergi, melainkan juga menjadi pengekspor utama keempat jenis produk yang dibutuhkan umat manusia sejagat raya,” tandasnya. (Edi Triyono)