Take a fresh look at your lifestyle.

Riset : Besaran Gaji Yang Dibayarkan Perusahaan di Wilayah Asia Pasifik Dalam Jangka Panjang Akan Melonjak Karena Kekurangan Tenaga Ahli

0 3,045
foto : ilustrasi (ist)

Jakartakita.com – Hasil penelitian terbaru Korn Ferry (NYSE: KFY) baru-baru ini menyebutkan bahwa besaran gaji para tenaga ahli diprediksi akan meningkat karena kurangnya jumlah tenaga ahli di seluruh wilayah Asia Pasifik.

Masih menurut penelitian tersebut, jika hal ini tidak segera diatasi, maka kenaikan gaji tersebut akan menyebabkan perusahaan-perusahaan harus menyiapkan biaya tambahan untuk gaji para tenaga ahli secara keseluruhan, hingga mencapai lebih dari US$ 1 triliun untuk membayar gaji setiap tahun di wilayah Asia Pasifik pada tahun 2030.

Dengan demikian, hal ini akan mengurangi keuntungan perusahaan sekaligus mengancam kelangsungan bisnis.

“Kita memasuki era baru dalam bekerja, di mana meskipun sumber daya manusia melimpah, namun jumlah tenaga ahli masih kurang; terdapat banyak sekali karyawan, namun sangat sedikit karyawan yang memiliki keahlian yang dibutuhkan perusahaan untuk membantu perusahaan tersebut bersaing,” kata Dhritiman Chakrabarti, Korn Ferry Head of Rewards and Benefits untuk wilayah Asia Pasifik dalam siaran pers yang dirilis baru-baru ini.

“Secara umum, kenaikan gaji mengikuti kenaikan inflasi, namun gaji para tenaga ahli yang dibutuhkan akan melonjak ketika perusahaan-perusahaan memutuskan untuk bersaing dalam merekrut sumber daya manusia terbaik,” sambung dia.

Lebih lanjut, penelitian Korn Ferry Salary Surge memprediksikan dampak kekurangan tenaga ahli di tingkat global, yang mana kekurangan tenaga ahli tersebut telah dikemukakan pada penelitian sebelumnya baru-baru ini yaitu Korn Ferry Global Talent Crunch.

Penelitian Korn Ferry Salary Surge memperkirakan dampak yang diakibatkan dari kurangnya tenaga ahli terhadap gaji di 20 negara dalam tiga periode, yaitu 2020, 2025 dan 2030 serta pada tiga sektor yang meliputi layanan finansial dan bisnis; teknologi, media dan telekomunikasi; serta manufaktur. Penelitian ini mengukur berapa besaran kenaikan gaji yang harus dibayar oleh perusahaan, di atas besaran kenaikan yang disebabkan oleh inflasi.

Adapun Indonesia, diprediksi memiliki jumlah tenaga kerja dengan latar belakang pendidikan sarjana atau lebih tinggi sebanyak 12,7 juta orang pada tahun 2030. Meskipun demikian, kebutuhan akan jumlah tenaga kerja dengan latar belakang pendidikan sarjana atau lebih tinggi diperkirakan akan mencapai 16,5 juta orang di Indonesia pada tahun 2030.

Related Posts
1 daripada 6,899

Hal ini berarti bahwa Indonesia masih akan kekurangan 3,8 juta tenaga kerja dengan latar belakang pendidikan sarjana atau lebih tinggi, dan hal ini akan menyebabkan perusahaan-perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan hingga US$ 76.397 miliar untuk membayar gaji tenaga kerja ahli pada tahun 2030.

Dari ketiga sektor tersebut. yaitu layanan finansial dan bisnis; teknologi, media dan telekomunikasi (TMT) serta manufaktur, kekurangan tenaga ahli terbesar terjadi di sektor TMT, yang diprediksi akan mencapai 502.000 orang pada tahun 2030.

Penelitian ini mengungkapkan dampak signifikan kenaikan gaji pada negara-negara di Asia Pasifik:

  • Perusahaan-perusahaan Jepang akan mengeluarkan biaya paling besar terkait kenaikan gaji karyawan: Jepang diproyeksikan akan mengeluarkan biaya tambahan sekitar US$ 468 miliar pada tahun 2030.
  • Namun, negara-negara yang lebih kecil dengan tenaga kerja yang terbatas akan merasakan dampak yang paling besar. Pada tahun 2030, Singapura dan Hong Kong akan membayar gaji premium karyawan yang mana jumlah ini setara dengan lebih dari 10 persen Produk Domestik Bruto (PDB) mereka pada tahun 2017.
  • Pada tahun 2030, Tiongkok diprediksi akan mengeluarkan lebih dari US$ 342 miliar untuk kenaikan gaji.
  • India adalah satu-satunya negara yang tidak akan terdampak dari kenaikan gaji karyawan, karena tidak seperti negara-negara lainnya dalam penelitian ini, India akan diprediksi berpotensi mengalami kelebihan tenaga kerja ahli dalam setiap periode penelitian.
  • Pada tahun 2030, gaji premium rata-rata (gaji yang dibayarkan perusahaan di atas jumlah kenaikan gaji dari waktu ke waktu karena inflasi normal) di wilayah Asia Pasifik untuk setiap karyawan adalah US$ 14.710 per tahun. Namun, Hong Kong diprediksi akan menghadapi biaya yang lebih tinggi terkait kenaikan gaji ini, yaitu US$ 40.539 per tahun untuk setiap tenaga ahli; Singapura diprediksi mengeluarkan biaya sebesar US$ 29.065; dan Australia lebih dari US$ 28.625 pada tahun 2030.
  • Sektor manufakturing, yang merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang, diprediksi akan terhambat karena dampak yang signifikan dari kenaikan gaji tersebut. Kekurangan tenaga ahli di Tiongkok akan mencapai lebih dari 1 juta orang pada tahun 2030, dan hal ini akan menyebabkan gaji premium yang akan dibayarkan mencapai hampir US$ 51 miliar pada tahun 2030 – tertinggi dari negara-negara yang diteliti.

Secara global, kekurangan tenaga ahli akan berdampak pada penambahan biaya sebesar US$ 2,5 triliun setiap tahunnya untuk pembayaran gaji sehingga memberi dampak tersendiri bagi setiap negara:

  • Perusahaan-perusahaan Amerika Serikat akan mengeluarkan biaya tambahan paling besar terkait kenaikan gaji karyawan tersebut karena gaji premium yang akan dibayarkan mencapai lebih dari US$ 531 miliar pada tahun 2030.
  • Jerman merupakan negara yang akan terdampak paling parah untuk wilayah Eropa, Timur Tengah dan Afrika (EMEA) dengan potensi membayar gaji premium sekitar US$ 176 miliar pada tahun 2030.
  • Sementara itu, prediksi jangka pendek untuk Inggris dan Perancis adalah lebih baik, yang mana pada tahun 2030, gaji premium di Inggris diprediksi akan setara dengan 5 persen PDB Inggris tahun 2017 dan gaji premium di Perancis diprediksi akan setara dengan 4 persen PDB Perancis tahun 2017.
  • Gaji premium rata-rata setiap tenaga kerja ahli di seluruh 20 negara-negara yang diteliti mencapai US$ 11.164 setiap tahun per orang.

“Perlu diingat bahwa pertimbangan karyawan untuk pindah kerja tidak hanya berdasarkan pada satu faktor gaji saja. Perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik, sebaiknya juga harus berfokus kepada tenaga kerja yang mereka miliki saat ini serta melibatkan dan meningkatkan keahlian karyawan,” kata Chakrabarti.

“Para pemimpin perusahaan harus berfokus kepada mempertahankan karyawan berkeahlian tinggi yang mereka miliki saat ini. Kita semua mengetahui bahwa karyawan yang memiliki kesempatan untuk pengembangan karier, memperoleh manfaat dari kepemimpinan yang menginspirasi dan merasa bahwa pekerjaan mereka memiliki tujuan dan makna, akan lebih mungkin untuk tetap bekerja di perusahaan tersebut, dan yang paling penting, mereka akan lebih melibatkan diri di perusahaan dan lebih produktif,” terang dia.

Ditambahkan, dalam dunia kerja di masa depan, karyawan yang sukses belum tentu merupakan karyawan yang memiliki prestasi akademik yang gemilang.

“Sebaliknya, mereka adalah orang-orang yang mampu beradaptasi dan ingin selalu belajar, dengan fleksibilitas yang cukup untuk menghadapi lingkungan kerja yang dengan cepat berubah dan tidak banyak terdapat struktur hierarki. Perusahaan harus mampu mengidentifikasi talenta masa depan dan mendukung mereka dalam mencapai potensi mereka,” tandasnya.

 

Tinggalkan komen