Take a fresh look at your lifestyle.

Rayakan HUT Ke-15, Majalah MIX MarComm Gelar Talkshow Mengulas Industri Ritel di Era Disrupsi

0 3,095

Jakartakita.com –  Dalam rangka merayakan HUT ke-15 Majalah MIX MarComm, media untuk para professional dan marketing & communication enthusiast dari SWA Media Group, menggelar talkshow bertema ‘Industri Ritel Indonesia di Era Disrupsi’ di Jakarta, Kamis (28/3).

Sebagai tamu undangan, MIX MarComm mengundang para pemangku kepentingannya, yaitu 50 jumalis bisnis di Indonesia dan 50 praktisi Marketing Communication (MarComm) dan Corporate Communication (Corcomm) Indonesia. 

Dimoderatori oleh Eny Wibowo, jurnalis dari portal Hidupgaya.com yang juga seorang shopper sejati, talkshow ini menghadirkan Yongky Susilo, Consumer Behavior Expert, Board Expert Aprindo dan Hippindo, dan Teddy Arifinanto, Head of Corporate Communications & Public Affairs JD.ID. 

Pada talkshow ini, Yongky Susilo membahas perkembangan industri ritel secara makro yang kontribusinya sangat penting kepada perekonomian Indonesia, yaitu sebagai pendukung utama konsumsi masyarakat (variabel C dalam formula GDP Indonesia).

Menurut Yongky, 56% pertumbuhan perekonomian Indonesia disumbang oleh konsumsi penduduk Indonesia. Oleh sebab itu, total pasar ritel yang bertumbuh pesat, memberikan dampak positif pada stabilitas harga, nilai tambah, dan keuntungan bagi semua stakeholder (konsumen, pedagang, dan produsen). 

Related Posts
1 daripada 3,176

Menyadari perannya yang sangat strategis, Yongky menekankan pentingnya membangun ekosistem ritel yang berkelanjutan, terutama untuk menghadapi perubahan lanskap industri akibat disruption teknologi digital.

“Kita perlu membangun daya saing dan daya pikat terhadap persaingan dengan ritel regional dan global, sehingga pada 2050 nanti, kita bisa menjadi negara dengan perekonomian kelima terbesar dan pemain ritel yang berkontribusi signifikan,” katanya. 

Lebih lanjut, Yongky juga menekankan pentingnya regulator membuat rambu-rambu untuk menciptakan ekosistem ritel yang sehat dan adil bagi seluruh pemangku kepentingan (konsumen, pedagang, dan produsen).

“Sehingga setiap format ritel, yaitu hipermarket, supermarket, minimarket, toko kelontong, warung, rombong rokok, dan tidak terkecuali ritel online, dapat berevolusi dan survive pada era disruption ini,” jelasnya.

Ditambahkan, model bisnis para peritel sangat menentukan daya adaptasi ‘mereka’ untuk berevolusi menghadapi disruption.

“Model bisnis ritel adalah menjual untuk mencari untung. Dan untuk mencari untung diperlukan kreativitas untuk menawarkan kemudahan dan pemenuhan bagi emosi dan loyalitas konsumen. Sedangkan perang harga hanya akan membawa sengsara,” tandasnya. (Edi Triyono)

Tinggalkan komen