Take a fresh look at your lifestyle.

Perbankan Nasional Tetap Genjot Kredit

0 1,024

images

Jakartakita.com – Ditengah himpitan suku bunga yang tinggi dan ancaman dampak kenaikan bahan bakar minyak (BBM), perbankan nasional tetap memacu pertumbuhan kreditnya.

Direktur Micro and Retail Banking Bank Mandiri, Hery Gunardi di Jakarta, Jumat (28/11) mengatakan, meskipun harga BBM bersubsidi naik, perseroan tetap akan menyalurkan kredit mikro, lantaran kredit ini dianggap padat karya.

Meski daya beli masyarakat menurun, pendekatan penagihan yang khusus bisa mencegah pertumbuhan NPL. “Yang pertama kita jaga itu adalah sektor mikro yang padat karya. Jadi, penagihannya juga mesti rajin. Kan orang-orang kita kadang-kadang bayarnya seperti menabung itu kan harian modelnya,” kata Hery.

Namun demikian, bank Mandiri juga selektif dalam memilih nasabah kredit. “Kami selektif dalam pemilihan nasabah baru. Lebih selektif saja, kita pilih yang benar-benar punya usahanya itu bisa memberikan penghasilan yang memadai agar mereka bisa bayar cicilan,” jelasnya.

Sebagai informasi, sampai akhir tahun 2014 Bank Mandiri menargetkan dapat menyalurkan pembiayaan, khususnya ke sektor mikro, sebesar Rp 37 triliun. Jumlah ini tumbuh 37 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Penyaluran kredit ini juga ditopang oleh pertumbuhan tabungan mikro Bank Mandiri yang hingga kuartal III-2014 tumbuh 38,5 persen dari periode yang sama di tahun sebelumnya menjadi 1,8 juta nasabah.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman D Hadad, mengungkapkan bahwa kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tidak berpengaruh banyak terhadap industri perbankan. Menurutnya, kenaikan harga BBM bersubsidi ini telah diantisipasi sejak lama oleh para pelaku usaha.

Related Posts
1 daripada 6,411

Muliaman tak memungkiri, kenaikan harga BBM bersubsidi ini akan mengerek laju kenaikan inflasi. Namun hal ini sifatnya hanya sementara.

“Tekanan terhadap inflasi hanya temporary dan akan turun lagi di bulan ke-tiga. Mudah-mudahan industri perbankan maupun pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mempunyai fondasi yang lebih kuat dan bisa menata kembali daya saing Indonesia,” kata Muliaman.

Menurutnya, kenaikan harga BBM bersubsidi ini memang berpengaruh terhadap perlambatan pertumbuhan kredit konsumsi, termasuk kredit kendaraan bermotor. Permintaan pembiayaan kendaraan bermotor sedikit banyak akan menurun akibat kenaikan harga BBM.

Meski begitu Muliaman bilang bahwa dampak tersebut juga hanya bersifat sementara, yaitu selama tiga sampai empat bulan setelah penetapan kenaikan harga BBM bersubsidi. Pengaruh ini akan kembali normal setidaknya pada enam bulan ke depan.

“Penurunan tidak akan signifikan, karena kenaikan harga BBM bersubsidi ini dilaksanakan untuk meningkatkan confidence. Dampak akan ada, tapi pertumbuhan ekonomi Indonesia malah di prediksi lebih baik tahun depan,” ujarnya.

Selain itu, Muliaman juga menuturkan bahwa pengaruh kenaikan harga BBM bersubsidi terhadap peningkatan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) juga hanya bersifat musiman. Ini karena, perlambatan pertumbuhan ekonomi yang berpengaruh pada perlambatan pertumbuhan kredit, sedikit banyak berpengaruh terhadap peningkatan NPL.

“Selama ini memang ada peningkatan pada angka NPL. Tapi itu nanti dengan sendirinya, jika pertumbuhan kredit naik, maka NPL turun dengan sendirinya,” jelas Muliaman.

Selain itu, Muliaman mengungkapkan bahwa likuiditas tahun depan akan lebih longgar dibandingkan tahun ini. Meski masih terdapat tekanan pengetatan likuiditas, namun hal ini tidak seketat awal tahun 2014 saat tingkat suku bunga acuan alias BI rate merangsek naik.

“Tekanan pasti ada, tapi tidak seserius seperti kemarin-kemarin. Kami harap tekanannya melonggar tahun depan. Kami sudah lakukan stress test dengan beberapa skenario ekstrem. Kondisi industri perbankan kuat, tetapi tentu saja vulnerable itu bisa datang dari satu per satu perusahaan, yang tiba-tiba lupa mengantisipasi risiko. Itu lebih ke satu kasus saja. Secara sistem, masih kuat,” ungkap Muliaman.

 

Tinggalkan komen