Hubungan Buruh-Wakil Rakyat “Benci Tapi Rindu”

Hasil riset media yang dilakukan Indonesia Media Monitoring Centre (IMMC) menyimpulkan wakil rakyat (DPR/DPRD) masih belum akomodatif terhadap aspirasi dan pemenuhan hak-hak buruh. Ini terlihat dari masih sangat minimnya respon wakil rakyat terhadap isu-isu terkait dengan buruh. Berdasarkan hasil monitoring IMMC, hanya 2,8% dari total 1256 pemberitaan tentang buruh, yang berisi tentang respon DPR atau DPRD terhadap persoalan buruh.

“Dari 10 isu strategis terkait dengan buruh, berita yang berisi respon DPR hanya berada di urutan 7. Diatas itu, berisi berbagai gerakan yang dilakukan oleh buruh secara mandiri melalui gerakan demonstrasi,” demikian dijelaskan Farid.

Karena itu, wajar jika tingkat kepercayaan buruh pada komitmen wakil mereka di parlemen masih rendah. Ketidakpercayaan itu, salah satunya terekspresikan dari masih tingginya intensitas gerakan demonstrasi yang dilakukan oleh buruh. Demo menjadi cara efektif bagi buruh untuk menyuarakan aspirasi dan hak-hak mereka.

Hal ini diperkuat dengan temuan lain IMMC, bahwa diantara berbagai pola demonstrasi yang dilakukan oleh buruh, salah satu sering dilakukan adalah dengan mendatangi kantor pemerintahan dan gedung DPR/DPRD. Sebesar 30,2% dari pola demo yang dilakukan oleh buruh adalah dengan cara seperti ini. Persentase ini hanya satu tingkat dibawah pola paling “favorit”, yaitu: memblokade fasilitas umum.

Digandrunginya pola “mendatangi gedung DPR/DPRD” ini, menurut Farid, mensinyalir belum terakomodirnya hak dan aspirasi buruh oleh para wakil rakyat. Kedatangan mereka menjadi simbol mereka dalam menagih janji kepada DPR/DPRD untuk memperjuangkan hak-hak mereka.

“Harusnya ini dibaca oleh para wakil rakyat secara sensitif. Bahwa sebenarnya dalam posisinya vis a vis wakil rakyat, buruh itu ‘dilematis’. Di satu sisi mereka menitipkan harapan besar pada wakil mereka di DPR/DPRD untuk memperjuangkan pemenuhan hak-hak mereka. Tapi di sisi lain, mereka merasakan kekecewaan yang mendalam, karena ekspektasi tersebut hingga kini belum dipenuhi. Akibatnya, mereka menyuarakannya dengan cara turun ke jalan. Yaitu, dengan mendatangi gedung DPR/DPRD. Ini menjadi semacam simbol rindu-benci wakil rakyat dan buruh,” jelas Farid.

Sebenarnya, sudah tersedia media komunikasi dan relasi yang ideal antara pemerintah, kalangan pengusaha, dan buruh sendiri. Posisi pemerintah sebagai mediator antara kedua belah pihak, seharusnya bisa menjembatani secara proporsional, baik kepentingan bisnis kalangan pengusaha maupun pemenuhan hak-hak buruh. Tapi sayangnya, menurut Farid, sejauh ini hubungan tripartid ini masih belum berjalan secara optimal. Sebagian kalangan menilai bahwa pemerintah acapakali lebih “dekat” dan apresiatif pada pemenuhan kepentingan kelangan pengusaha, serta mengabaikan posisi buruh.

Satu aspirasi yang paling mendasar dari gerakan buruh di Indonesia, menurut hasil monitoring IMMC, adalah kesejahteraan ekonomi. Dari 10 isu strategis gerakan buruh, 3 yang utama adalah soal upah, kesejahteraan, dan daya beli (harga bahan pokok). Harusnya, ini ditangkap oleh para wakil rakyat sebagai sebuah pesan ‘kerinduan’ dari buruh kepada mereka.

-Rio Yotto | Indonesia Media Monitoring Centre (IMMC)

1 MeiHari Buruh DuniaMay Day
Comments (0)
Add Comment