Pasangan Fauzi Bowo-Narchrowi Ramli menjadi pasangan dengan pemberitaan paling populer dibandingkan dengan yang lain, yaitu 23,1%. Kemudian disusul pasangan Alex Noerdin-Nono Sampono dengan 19%, Hidayat Nurwahid-Didik Rachbini 17,8%, Joko Widodo- Basuki T. Purnama 15,8%, Hendarji-Ahmad Satria 12,6%, dan Faisal-Biem 11,5%.
Tapi, temuan IMMC menunjukkan bahwa meskipun paling populer, terjadi gap yang jauh antara popularitas Fauzi Bowo (Foke) dengan Narchrowi (Nara) sebagai cawagubnya. Popularitas pemberitaan Foke sebesar 68,7%, sementara Nara hanya 31,2%.
“Kita bisa lihat bahwa figur Foke sangat dominan. Ini tidak mengherankan, mengingat Foke adalah petahana. Jadi, sudah sangat populer. Sementara Nara sendiri, bukan pendamping Foke sejak awal. Pendamping Foke sebelumnya adalah Prijanto, yang mengundurkan diri. Tapi ini berpotensi negatif. Karena Foke akhirnya menjadi single fighter. Jika terjadi sesuatu yang berefek pada turunnya popularitas Foke, maka keberadaan Nara tidak dapat menopangnya. Ini resiko dari pola pasangan seperti ini. Timpang,” jelas Farid.
Sementara pada pasangan yang lain, popularitasnya relatif berimbang. Dan berdasarkan temuan IMMC, pasangan dengan popularitas pemberitaan paling berimbang adalah Hidayat Nurwahid-Didik J. Rachbini. Popularitas Hidayat 55%, sementara Didik 44,2%. Disusul pasangan Faisal-Biem dengan tingkat popularitas 54,6% dan 45,1%. Di posisi ketiga pasangan Jokowi-Ahok, dimana popularitas 57% dan 42,7%. Pasangan Alex Noerdin-Nono Sampono berada di posisi keempat dengan 58% dan 41,3%. Sementara pasangan Hendardji-Riza tingkat popularitasnya 61,3% dan 39%.
Farid menjelaskan bahwa popularitas yang relatif berimbang antara Hidayat dan Didik membuat keduanya bisa disebut sebagai pasangan paling “integral”. Dibawah keduanya, pasangan Faisal-Biem menempel kuat dengan selisih yang sangat tipis.
“Maksud ‘integral’ dalam hal ini adalah bahwa secara teoritik, antara cagub dan cawagub idealnya saling menopang. Yang satu memperkuat kelemahan yang lain. Jika prasyarat ini dipenuhi, pasangan calon bsia disebut ‘integral’. Karena keduanya menjadi satu kesatuan dalam membangun popularitas bersama. Dalam konteks ini, pasangan Hidayat-Didik yang paling integral,” jelas Farid.
Namun, Farid menjelaskan bahwa selain Foke-Nara, tingkat ‘integralitas’ pasangan calon cukup kuat dan kompetitif. Pasangan Jokowi-Ahok dan Alex-Nono juga cukup dikenal secara bersamaan. Jadi, tantangannya pada bagaimana mengelola dan memperkuat ‘integralitas’ yang sudah dimiliki itu.
Kunci utama ‘integralitas’ pasangan calon ini, lanjut Farid, adalah kejelian untuk melihat kelemahan dan kekuatan masing-masing figur. Misalnya, perpaduan antara figur politis dan intelektual, konseptor dan manajer, sipil dan militer, pengusaha dan politisi. Dua hal itu kemudian dikombinasikan secara apik. Sehingga masyarakat melihat pasangan tersebut sebagai calon yang komplit. Menurut Farid, ini menjadi tantangan dan tugas tim sukses masing-masing pasangan.
-Rio Yotto – IMMC