Gadis berusia 15 tahun itu tewas setelah orang tuanya menyiram air keras ke wajahnya.
Kepolisian Pakistan mengatakan ini adalah pertama kali kasus semacam ini terjadi di kawasan itu.
Pembunuhan dengan alasan menjaga nama baik keluarga umumnya terjadi ketika anggota keluarga pria yakin korban telah mencoreng kehormatan keluarga.
Komisi Hak Asasi Manusia Pakistan melaporkan 943 perempuan tewas dibunuh karena alasan tersebut tahun lalu.
Angka itu melonjak tajam dari sekitar 100 pembunuhan pada 2010.
Namun peristiwa semacam itu jarang terjadi di wilayah Kashmir yang dikuasai Pakistan.
Polisi mengatakan insiden itu terjadi di sebuah desa terpencil di selatan distrik Kotli. Mereka mengatakan kasus itu dilaporkan oleh anak perempuan tertua pasangan itu.
Hingga hari Jumat belum diketahui apakah suami istri tersebut akan dibawa ke pengadilan atau apakah mereka mengakui pembunuhan tersebut.
‘Mencurigakan’
Polisi setempat Raja Tahir Ayub mengatakan pada BBC bahwa ayah gadis itu marah besar ketika ia melihat anak perempuannya “memperhatikan dua remaja pria” mengendarai sepeda motor di luar rumah mereka pada hari Senin.
Orang tua si gadis curiga ia memiliki hubungan rahasia dengan salah satu dari kedua remaja pria itu.
“Ia membawa anak perempuannya ke dalam rumah, memukulinya dan menyiramnya dengan air keras dibantu oleh istrinya,” kata Ayub.
Polisi mengatakan pasangan itu tidak membawa anak perempuannya ke rumah sakit dan membiarkannya sekarat hingga meninggal dunia pada Selasa malam.
Kepala rumah sakit umum di Kotli, Muhammad Jahangir, mengkonfirmasi kematian itu.
Ia mengatakan korban menderita luka bakar 35%.
“Tidak mungkin ia bisa selamat,” kata dia.
Kakak perempuan korban yang telah menikah melaporkan insiden itu ke polisi pada Rabu pagi.
Ia curiga saat orang tuanya tidak mengizinkan para pelayat melihat wajah jenazah sebelum dimakamkan, padahal hal itu adalah kebiasaan di kalangan Muslim Kashmir.
Maret lalu, pemerintah Kashmir menjadikan serangan dengan air keras sebagai kejahatan dan para pelaku terancam hukuman seumur hidup.
RY – Jakartakita.Com/BBCIndonesia