Secara tak sengaja bertemu dengan Jokowi di Sea World, Ancol, hari ini. Now I know and understand why people adore him. Dia datang tanpa pengawalan yang berarti…malah sama sekali tidak terlihat ada pengawal pribadi seperti layaknya pejabat-pejabat. Walau seketika diserbu oleh orang-orang yang berebut ingin berfoto dengan dirinya, Jokowi tetap santai dan mengumbar senyum khasnya. Menyuruh orang bergantian untuk berfoto, menyapa anak kecil yang menangis sambil terus memuaskan hasrat orang yang ingin mengabadikan insiden pertemuan dengan dirinya. Dari dialek orang-orang yang saya dengar….ada orang melayu riau, orang padang, orang jawa timur…..tumplek blek jalan-jalan ke jakarta untuk liburan akhir tahun sepertinya. Mengingat ketenarannya ternyata tidak hanya di jawa saja seperti yang selalu dilontarkan oleh orang-orang yang sinis, maka saya yakin memang Jokowi jika diasosiasikan sebagai merek/brand….maka dia mempunyai faktor X yang menguatkan personal brandingnya.
Santai, ramah, melayani dan membumi.
Susah memang untuk ditiru oleh orang lain yang berambisi meng-copycat trick Jokowi. Sesekali mungkin sukses. Namun untuk secara konsisten bersikap demikian maka orang-orang tersebut pasti akan capek. Paling-paling hanya sukses mengucapkan kata blusukan. Blusukan bila terlontar dari muka-muka yang sekedar bertopeng agar terlihat ‘look a like’ Jokowi akan kehilangan esensinya.
Sincerity comes from deep within.
Sejujurnya, saya tidak tau apakah Jokowi termasuk orang yang pintar secara keilmuan….
atau jujur kah Jok0wi sebagai pengusaha dulu (mungkin masih sampai sekarang? )
Saya juga bukan termasuk ‘Die Hard’ Jokowi – Ahok yang menganggap semua omongan dan tindak tanduk kedua orang tersebut adalah yang paling benar.
Tapi jujur insiden pertemuan dengan Jokowi tadi membuat saya terperangah.
Saya melihat Jokowi sebagai sosok artis yang very very very down to earth.
Saya pun tidak ingat kapan terakhir kali saya melihat pejabat (yang tentunya masih menjabat) yang sebegitu dielu-elukan oleh rakyatnya. Bahkan oleh rakyat yang mempunyai pejabat lain (yang seharusnya lebih mereka elu-elukan).
Beberapa waktu belakangan ini pun, saya dan suami kerap membicarakan kebijakan Jokowi yang secara ide sebenarnya adalah hal yang sederhana namun memang harus diakui sangatlah populis. Misalkan penanaman pohon-pohon buah di lahan kosong jakarta dimana orang-orang diperkenankan untuk mengambil buah pohon tersebut apabila menginginkannya. As simple as that! Sialnya, pejabat lain mungkin terlalu sibuk berpikir keras sehingga mereka lupa bahwa berpikir sederhana ternyata lebih mudah dan berdampak positif.
Saya sempat mendengar cemoohan dari salah satu kader dari partai penguasa saat ini yang kurang lebih seperti ini “Terus….kalo ada orang yang manjat tuh pohon dan ngambil seluruh buah yang ada….gak bisa kita salahkan dong orang itu?” Untungnya saya tidak bertemu dengan politisi tersebut secara riil alias saya menontonnya di TV. Andaikan saya bertemu langsung maka sungguh sangat berat untuk tidak sedikit menjitak kepala si kader dengan pengharapan semoga nalarnya masih bisa disembuhkan.
Selalu ada orang opportunist…..ya biarkan saja. Alangkah sempitnya kerangka berpikir kita jika hanya karena orang-orang yang opportunist tersebut maka hak-hak orang yang memerlukan udara segar, rindangnya daun dan sesekali memakan buah dari pohon tersebut jadi perlu hilang?
Sedikit intermezzo, saya yakin bahwa apabila sudah terlalu ‘tersedia’ maka sang keinginan pun akan pelan-pelan surut. Saya banyak belajar mengenai hubungan timbal balik antara ketersediaan dan keinginan ini dari pekerja rumah tangga yang ada di rumah saya. Setiap saya mempunyai pekerja rumah tangga baru selalu ada saja cerita lucu bagaimana ‘rakus’nya dia sewaktu di minggu-minggu awal bekerja di rumah saya. Ada satu orang yang makan mie instant lengkap dengan baso, kornet, otak-otak, telor, sawi hijau, toge, wortel dan tahu. Saya biarkan saja. Tidak berapa lama kemudian gaya makannya pun berubah. Hanya tinggal telor, baso dan sawi hijau saja yang ada di adonan mie instantnya. Perubahan ini bukanlah karena larangan dari saya atau suami. Namun saya percaya bahwa segala sesuatu yang selalu tersedia akan membuat keinginan yang meluap-luap perlahan-lahan luntur. Mungkin sewaktu tinggal di desanya, si pekerja rumah tangga saya itu jarang-jarang bisa makan enak. Namun sekarang, karena makanan yang enak selalu tersedia maka apalah gunanya mempertahankan gaya rakus. Toh anytime lapar bisa makan lagi. Wkwkwkwkwkwk…..
Kembali ke si buah gratis tersebut…..ini sama halnya dengan water tap yang lazim kita temui di amerika misalnya. Hanya segelintir orang-orang stingy alias pelit yang mengisi botol minuman yang mereka bawa. Selebihnya….ya cukup beberapa teguk sekedar melepas dahaga saja lah. Penganalogian water tap dengan pohon buah ini menurut saya pas.
Satu lagi kebijakan simple yet powerful adalah dengan membuat bangku-bangku di sepanjang jalan protokoler. Saya hanya melihat yang ada di sepanjang Sudirman Thamrin memang. Namun saya dengar sudah ada di daerah lain juga seperti di Gatot Subroto (CMIIW). Kenapa saya bilang powerful karena ya sangat powerful word of mouth-nya.
Mungkin untuk orang-orang yang setiap harinya menggunakan kendaraan pribadi tidak merasakan secara langsung impact dari hal ini. Termasuk saya, sejujurnya. Saya pada awalnya heran untuk apa bangku-bangku tersebut. Saya mencoba memposisikan diri saya sebagai orang yang setiap harinya menggunakan kendaraan umum dan mungkin harus ditambah berjalan kaki satu atau dua blok. Maka saya yakin saya akan duduk di bangku tersebut sekedar untuk melepaskan lelah sebelum kembali melanjutkan perjalanan saya yang sialnya karena parahnya kondisi transportasi umum di jakarta maka sudah dapat dipastikan persentase saya untuk mendapatkan tempat duduk sangatlah kecil. Mari kita melongok perbandingan jumlah pemakai transportasi umum dengan kendaraan pribadi. Jomplang lah….maka sudah dapat diprediksikan berapa banyak orang yang bahagia hanya karena kebijakan yang simple yet powerful ini. Si orang-orang yang bahagia ini adalah team marketing Jokowi yang invisible, tidak perlu di gaji dan loyalist.
Eh jadi ngelantur kemana-mana. Saya bukan kader PDIP. Saya bahkan dengan bangga mengklaim sebagai non partisan alias golput hehehehehe tapi jujur saya salut sama anda, pak Jokowi. Semoga sejujur yang ditampilkan dan tanpa hidden agenda busuk dibelakangnya sehingga saya punya alasan yang baik kenapa saya harus ke TPS nantinya.(Vivian Moesa)