Jakartakita.com – Direktur Utama Katadata, Metta Dharmasaputra, di Jakarta, Minggu (9/11) mengungkapkan bahwa tantangan yang dihadapi Pemerintahan Jokowi-JK dalam meningkatkan pemasukan pajak di era pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015 mendatang, sangat berat. Pasalnya, peluang adanya tindak penyelewengan pajak antar negara di era MEA menjadi lebih terbuka. Hal ini dikarenakan akses ekspor impor di negara Asia semakin mudah sehingga sulit mendeteksi masukan pajak.
“Persoalannya cuma satu, apakah kita bisa mendeteksi pajak yang masuk atau tidak?” ungkap Metta.
Lebih lanjut dijelaskan, kasus perpajakan selalu melibatkan antar negara. Hal ini membuat pihak Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak berharap hanya pelabuhan resmi yang dibuka sehingga alur ekspor impor lebih mudah dideteksi dan pajak lebih mudah terlihat.
“Di kita tidak ada aturan mengenai nama pemilik perusahaan yang harus tercatat. Jadi tidak bisa menyentuh owner-nya,” ungkap Metta.
Metta juga menambahkan, Dirjen Pajak bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) seharusnya menggunakan pasal money laundry untuk mengusut kasus perpajakan sehingga bisa menjangkau pemiliknya dan bisa menelusuri perginya uang perusahaan.
“Perlu dilakukan kerjasama internasional juga untuk bisa membuka akses perpajakan antar negara,” ujar Metta.
Sementara itu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, mengatakan untuk mengejar setoran penerimaan pajak untuk negara hingga akhir 2014 saja, akan menjadi tantangan terbesar bagi Pemerintah. “Tantangan terbesar saat ini bagaimana mengejar target penerimaan pajak yang saya katakan masih akan jauh dan kemungkinan besar target penerimaan pajak tahun ini tidak akan mencapai target,” ucap Bambang.
Kendati demikian, Presiden Jokowi, kata Bambang, akan berusaha untuk mengecilkan gap antara target dengan realisasi. “Namun dua bulan ini dengan dukungan Pak Presiden, kami akan berusaha mengecilkan gap,” sebutnya.
Seperti yang diketahui, target penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 dipatok sebesar Rp1.072,3 triliun. Namun, angka tersebut tidak akan tercapai atau hanya mampu mencapai 94 persen.