Pak Polisi…

dok: iklan layanan masyarakat

Sabtu siang, kebetulan saya ada meeting di daerah Rasuna Said. Karena ini hari Sabtu, saya sengaja naik angkutan umum. Bukan taksi, tetapi angkutan umum ‘beneran’.

Suasana angkot yang lengang membuat saya leluasa mencari posisi tempat duduk. Tak jauh dari tempat duduk saya, duduklah seorang ibu dengan anak gadisnya yang masih berseragam SMP.

“Mah, besok aku naik motor aja ya sekolahnya. Biar cepet!” si gadis merajuk.

“Jangan kakak! Banyak polisi, gak ada SIM” tukas sang ibu.

“Yaelah mah, polisi doang. Kata papah itu gampang. Tinggal aja kasih duit tar juga diem.”

Saya terkesiap mendengarnya. ” Busyet dah, ayah macam apa yang mengajarkan kepada anaknya bahwa uang bisa membeli segalanya termasuk hukum?”

“Yah mahhh…” si gadis merajuk tetapi sang ibu tak bergeming sampai mereka berdua turun.

Keasyikan menguping buat saya salah turun. Padahal tempat tujuan saya masih agak jauh. Malas jalan atau lanjut angkot saya pilih naik ojek si bapak tua yang bilangnya tahu jalan pintas.

Tanpa berpikir panjang saya pun langsung duduk manis di belakang pak kusir. Dan…. si tukang ojek dengan pede-nya ‘potong kompas’ dengan melawan arus lalu lintas agar tidak tertahan di lampu merah. Berpapasan dengan polisi tidak membuat si tukang ojek ‘jiper’ malah cengengesan memberi kode sambil lalu. Dan untuk sekian detik aksi kami jadi tontonan antrian kendaraan di lampu merah. Malu setengah mati…

Iseng tanya ke tukang ojek,”Gak takut ditilang?”

“Gak bakalan neng, masih daerahnya. Kan kita ada iuran buat bayar polisi”, si tukang ojek dengan polosnya.

Wih segitu terorganisirnya pengumpulan uang suap untuk pak polisi yang terhormat. Apa iya sampai segitunya?
Saya sih belum pernah mengalaminya. Terakhir kali kena razia waktu bepergian dengan sang suami. Mungkin wajah asing suami menarik minat pak polisi untuk memeriksa. Semua surat kendaraan lengkap, mungkin si pak polisi kehabisan bahan interogasi hingga menanyakan surat-surat suami. Waduh! mana inget bawa paspor cuma jalan ke masjid.

Saya yang kala itu masih memegang ID Card Kantor Berita buru-buru menyodorkan ID saya.

“Apa ini?” pak polisi bingung.

“Itu ID saya, bapak ini tanggung jawab saya…”

Si pak polisi menyamakan wajah saya dengan foto di ID Card.

“Ya foto sayalah pak…Ngapain juga bohong”. Saya meyakinkan. Si pak polisi mengembalikan ID saya sambil tersenyum manis.
“Maaf ibu, silahkan meneruskan perjalanan. Hati-hati…”

Si pak polisi yang sedemikian jutek bisa berubah manis dengan selembar ID Card Pers. Uhuk!

celoteh jakartacurcol
Comments (0)
Add Comment