Jakartakita.com – Data OECD tahun 2013 menyebutkan, dari total kebutuhan baja 12,69 juta ton pada tahun 2013, 8,19 juta ton diantaranya berasal dari impor dengan nilai sebesar US$ 14,9 Miliar.
Menyikapi kondisi tersebut, Kepala BKPM Franky Sibarani menyatakan pihaknya akan mengurai sumbatan investasi sektor baja untuk menekan angka impor sektor tersebut yang cukup tinggi. Ia optimis langkah BKPM tersebut dapat menekan angka impor baja karena banyak rencana investasi yang masih terhambat (pipeline project).
“Menurut data BKPM, proyek PMDN dan PMA di bahan dasar dan bahan baku baja yang telah memperoleh Izin Prinsip (pipeline projects) dalam periode 2010-2014 nilainya cukup besar yaitu PMDN sebesar Rp59.8 triliun dan PMA sebesar USD 15.2 milyar. Total realisasi investasi terdiri dari PMDN sebesar Rp17,2triliun (26%) dan PMA sebesar USD 4,8milyar (74%)” kata Franky, disela-sela acara Investor Forum Industri substitusi Impor yang diselenggarakan BKPM, Selasa (13/1) di Jakarta.
Lebih lanjut dijelaskan, untuk mengurai sumbatan investasi BKPM, antara lain dengan melakukan pengecekan dan fasilitasi rencana investasi yang masuk dalam pipeline dan bersinergi dengan kalangan investor baja untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif. Beberapa isu yang dikeluhkan pelaku usaha adalah kenaikan tarif listrik dan pengarusutamaan penggunaan produk baja dalam negeri.
Sebagai informasi, BKPM mencatat realisasi investasi sektor baja selama 2010-kuartal 3 2014 menyerap tenaga kerja 148.851 ribu orang, dimana 58% diantaranya diserap oleh PMA. Sementara dari sisi lokasi investasi, masih terpusat di Jawa sebanyak 96% proyek baik PMA dan PMDN, dan sisanya (4%) di luar Jawa. Adapun Korsel, Jepang, British Virgin Island, Republik Rakyat Tiongkok, dan Singapura merupakan lima negara investor terbesar di sektor industri ini.