Jakartakita.com – Terkait kasus dugaan penggelembungan anggaran pengadaan unintteruptible power supply (UPS), FITRA (Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran) menilai, DPRD DKI Jakarta lebih mengedepankan pengajuan proyek daripada mengusulkan program yang sesuai dengan masyarakat.
“RAPBD versi DPRD tidak menyebut program sebagai bentuk aspirasi rakyat tapi sebagian besar menyebut pengadaan. Ini bukti nyata orientasi proyek,” kata Manajer Advokasi Fitra, Apung Widadi, Jumat (6/3).
Menurut data Fitra, anggaran pengadaan UPS sudah muncul di APBD DKI Jakarta sejak 2013. Apung menduga, proyek pembelian UPS ini merupakan bentuk kongkalikong antara beberapa anggota dewan dengan pengusaha.
“Saya melihat ada motivasi yang membuat DPRD tidak bisa membatalkan proyek UPS,” ucap Apung.
Sekjen Fitra, Yenny Sucipto menambahkan, setidaknya terdapat sejumlah kritikan yang patut dilayangkan kepada DPRD atas persoalan ini.
Pertama, lanjut Yenny, DPRD DKI Jakarta telah melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan. Di antaranya adalah mengabaikan amanat konstitusi dalam hal pembahasan APBD, yang tertuang dalam Pasal 23 Ayat (1) UUD 1945. Menurutnya, dalam pembahasan APBD, DPRD DKI Jakarta lebih mementingkan kepentingan kelompok dibandingkan dengan mengedepankan transparansi dan kemakmuran rakyat.
Kritikan berikutnya terkait dengan pengajuan hak angket oleh DPRD DKI Jakarta. Menurutnya, hal ini merupakan pertama dalam sejarah Indonesia bahwa pembahasan APBD berujung hak angket. Yenny menduga latar belakang politik membayangi pengajuan hak angket karena tidak didasarkan pada bukti kuat seperti adanya pelanggaran pidana ataupun merugikan keuangan Negara.
“Hak angket juga diduga digalang oleh segelintir aktor-aktor lama di DPRD dan tidak mencerminkan kebijakan partai politik,” kata Yenny.
Akibat pembahasan anggaran yang tak transparan itu, muncul dana siluman yang mencapai Rp12,1 triliun. Menurutnya, dana siluman tersebut bukan aspirasi rakyat, namun ia menduga, dana ini muncul dari kongkalikong politisi dengan pengusaha hitam yang sudah lama terjalin dalam oligharki korup.
“Hal ini adalah bentuk potensi korupsi,” kata Yenny.
Sebagai informasi, dugaan penggelembungan dana pengadaan unintteruptible power supply (UPS) sebesar Rp. 21,1 Triluin adalah salah satu kasus yang sekarang sedang hangat diperbincangkan di masyarakat. Selain itu, juga soal perseteruan antara Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan DPRD Provinsi DKI Jakarta.