Jakartakita.com – Aktivis tahun 1980-an yang tergabung dalam Pusat Informasi Jaringan Aksi Reformasi (Pijar) menolak rencana pemerintah memberi remisi kepada terpidana kasus korupsi.
“Koruptor jangan dapat remisi karena perbuatannya itu extra ordinary crime, kejahatan luar biasa yang terorganisir,” kata Koordinator Aksi Toni Listiyanto di Jakarta, Minggu (15/3/2015).
Toni menilai apabila koruptor mendapat remisi maka tidak ada efek jera pada koruptor.
“Seharusnya tidak ada remisi terhadap koruptor untuk efek jera. Apalagi besarnya dampak yang ditimbulkan dari perbuatan mereka bagi bangsa,” ujar Toni.
Sementara itu, ditempat terpisah, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar, meminta Pemerintah untuk menjelaskan alasan pemberian remisi-remisi tersebut. “Soal pemberiannya, pertimbangannya apa, harus dijelaskan,” kata Haris Azhar.
Sebelumnya, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie juga mengingatkan pemerintah agar jangan royal dalam memberikan remisi terhadap koruptor, apalagi dengan motif tertentu, seperti untuk membebaskan seseorang dari penjara.
“Remisi jangan terlalu royal diberikan, tapi proporsional. Apalagi jika diberikan dengan motif-motif tertentu yang bersifat diskriminatif,” kata Jimly.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Sabtu (14/3/2015), mengungkapkan rencana memberikan remisi dan pembebasan bersyarat kepada perpidana korupsi dengan mengubah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan.
Sebagai informasi, pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono peraturan tersebut malah mengatur pembatasan remisi kepada koruptor.