Jakartakita.com – Terus bertumbuhnya permintaan terhadap hunian segmen menengah di wilayah Serpong dan sekitarnya, mendorong pengembang mulai menawarkan high rise building berupa apartement. Namun, pengembangan hunian berupa apartemen di wilayah Serpong dan sekitarnya masih dipertanyakan sebagian kalangan. Pasalnya, ketersediaan apartemen masih sebatas pilihan bukan sebuah kebutuhan.
“Apartemen masih berupa pilihan bukan sebuah kebutuhan. Kebutuhan hunian di wilayah Serpong dan sekitarnya, masih landed house (rumah tapak),” kata pengamat property Ali Tranghanda, Direktur Indonesia Property Watch, di Jakarta, Rabu (18/3/2015) lalu.
Menurut Ali, di Serpong, pengembangan rumah tapak (landed house) masih akan tetap dominan dibanding apartement, dalam beberapa tahun kedepan.
Walau diakuinya saat ini harga rumah di wilayah Serpong, memang cukup tinggi, hal ini dikarenakan pengembang tidak menyediakan pasokan untuk kelas menengah, di segmen harga sekitar Rp800 juta sampai Rp1,5 miliar.
“Kalau di satu wilayah itu harga apartemen sepertiga dari harga landed house, itu baru akan booming,” jelasnya.
Lantas, sampai kapan pertumbuhan properti di wilayah Serpong terus berlangsung?
Ali menilai, sebenarnya sejak tahun 2013 industri property di wilayah ini sudah jenuh.
Namun demikian, di Serpong sendiri, komunitas penghuninya sudah terbentuk terutama di segmen menengah-atas, dan pengembangan yang dilakukan pengembang sudah mulai ke area commercial.
Artinya, jelas Ali, di Serpong sudah terbentuk pusat-pusat bisnis (CBD-central business district), yang memang permintaannya ada.
“Tapi, jika ingin suatu wilayah tetap tumbuh terus, syaratnya komunitas segmen menengahnya harus ada. Nah, itu yang kita harapkan kepada pengembang agar ketika pasar properti sudah mulai jenuh, mulailah membangun segmen menengah baik apartemen maupun landed house. Karena pasarnya gemuk. Sebab kita tidak bisa paksa pasar bergerak sesuai keinginan kita (pengembang),” tandasnya.