Terletak di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang Selatan, Indonesia Conventon Centre (ICE) bagaikan meniupkan angin segar bagi industri jasa penyelenggara pertemuan, insentif, konferensi, dan ekshibisi (meeting, incentive, conference and exhibition/MICE) di Indonesia.
ICE berdiri di atas lahan seluas 22 hektar dan memiliki 10 exhibition hall seluas 50.000 meter persegi, dan 40 ruang di level mezanin, serta 7.500 meter persegi pusat konvensi dengan 33 ruang rapat, serta sebuah hotel dengan 300 kamar. Selain itu, masih ada pula ruang pamer terbuka seluas 70.000 meter persegi yang terintegrasi dengan pusat penjualan makanan terbuka.
Tak hanya itu, convention hall yang disebut menyamai Singapore Expo (gedung konvensi terbesar di Singapura) ini juga menawarkan dapur in-house yang mampu menyediakan santapan bagi 3.500 delegasi di pusat konvensi dan bahkan 5.000 tamu di Hall 5 untuk berbagai pesta.
Nantinya, pusat konvensi ini akan menyediakan perlengkapan audio visual, teknologi informasi, dan layanan komunikasi. Selain itu, masih ada gudang dengan pengamanan memadai seluas 700 meter persegi, serta lantai yang mampu menahan hingga 2.000 kg per meter persegi.
Makanya tak mengherankan kalau Sinar Mas Land, Dyandra dan grup Kompas Gramedia yang berada di balik pembangunan ICE ini ‘sesumbar’ siap menjadi tuan rumah konferensi internasional sekelas APEC.
Adapun untuk konser musik berskala internasional, Michael Bubble menjadi musisi internasional pertama yang menjajal kehebatan ruang konser ICE. Michael Bubble sukses mengguncang gedung pertemuan yang dianggap sebagai ‘The Jewel of Crown’ di tengah-tengah BSD City ini pada Kamis (29/1/2015) malam, lewat konser bertajuk ‘To Be Loved Tour’.
Dalam sebuah kesempatan acara di Jakarta, belum lama ini, Managing Director Corporate Strategy & Services Sinarmas Land, Ishak Chandra, menyatakan ICE akan menjadi pusat pameran paling lengkap dan modern di Indonesia.
Dituturkan, proyek convention center ini menelan investasi sekitar Rp 3,8 triliun. ICE dibangun dengan model green building dengan arsitektur atap gelombang seperti konsep bandara modern saat ini.
“Jakarta membutuhkan pusat pameran baru yang besar karena permintaan penyewaan gedung exhibition yang semakin meningkat,” ungkap dia.
Menyoal potensi market-nya, Ishak menilai potensi industri MICE di Indonesia sangat besar. Dijelaskan, dalam satu tahun saja, banyak sekali pameran-pameran skala besar nasional dan internasional yang berlangsung di Jakarta. Misalnya saja otomotif, teknologi, mesin, tekstil, serta pameran-pameran yang digelar asosiasi-asosiasi bisnis dari berbagai kelompok industri, belum termasuk pemanfaatan untuk wisuda, konser musik, job fair, peluncuran produk, hingga perhelatan pernikahan.
“Hal ini akan sangat positif bagi pengembangan lingkungan bisnis,” lanjut Ishak.
Pelaku bisnis, sambungnya, butuh ruang untuk mengenalkan produknya kepada konsumen dengan lebih dekat, apalagi dengan konektivitas lokasi ICE yang sangat strategis dan sangat dekat dengan bandara.
“Ini membuat pusat ekonomi sudah mulai berpindah ke kawasan bisnis di luar Jakarta, khususnya Tangerang Selatan,” tandas Ishak.