Jakartakita.com – Sejarah Jakarta bermula dari sebuah bandar kecil di pesisir utara Jakarta sekitar 500 tahun silam. Selama berabad-abad kemudian kota bandar ini berkembang menjadi pusat perdagangan internasional yang ramai. Bandar ini menjadi saksi bisu kedatangan para penjelajah laut dunia handal. Mereka datang berbondong-bondong dengan beragam tujuan. Mulai dari syiar agama, berdagang hingga penjajahan atau ekspansi wilayah kekuasaan. Kisah para pelaut itu dapat dilihat lewat diorama yang dipamerkan Museum Bahari.
Museum Bahari adalah museum yang menampilkan koleksi benda-benda yang berhubungan dengan kebaharian dan kenelayanan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Museum bersejarah ini berdiri di seberang Pelabuhan Sunda Kelapa, Tepatnya di jalan Pasar Ikan Jakarta Utara, menghadap ke Teluk Jakarta.
Dahulu museum ini merupakan gudang tempat menyimpan rempah-rempah Belanda yang dahulu merupakan komoditi utama yang sangat laris di dataran Eropa yang dibangun tahun 1652. Koleksi museum bahari sampai saat ini berjumlah 1120 yang terdiri atas replika kapal, kapal asli, koleksi biota laut, alat bantu navigas, lukisan bahari serta barang muatan kapal tenggelam.
Bangunan berlantai tiga diresmikan menjadi Museum Bahari pada 7 Juli 1977 ini juga memiliki koleksi biota laut, data-data jenis sebaran ikan di perairan Indonesia dan aneka perlengkapan serta cerita dan lagu tradisional masyarakat nelayan Nusantara. Museum ini juga menampilkan matra TNI AL, koleksi kartografi, maket Pulau Onrust, tokoh-tokoh maritim Nusantara serta perjalanan kapal KPM Batavia – Amsterdam.
Sayangnya, museum yang menjadi saksi bisu sejarah Jakarta ini tidak begitu diminati pengunjung. Museum Bahari baru kebanjiran pengunjung saat ada rombongan pelajar yang field trip dengan menggunakan bis. Selebihnya, Museum Bahari seperti sepi tak berpenghuni. Setiap harinya menurut Kasubag Tata Usaha Museum Kebaharian, Wulandari, pengunjung tak sampai 50 orang.
Museum Bahari yang juga merupakan titik nol kota Jakarta mulai melakukan pembenahan untuk menarik minat pengunjung. Rencananya, Atase Kebudayaan Amerika Serikat di Indonesia juga akan menitipkan replika kapal yang karam di Selat Sunda pada tahun 1942 sebagai koleksi di Mueseum Bahari.
Sebenarnya pengelola masih memperhitungkan anggaran untuk pembelian beberapa koleksi, namun terkendala anggaran. Pada APBD 2015, Museum Bahari harus berbagi anggaran dengan Museum si Pitung dan Museum Pulau Onrust di Kepulauan Seribu.
Anda bisa mengunjungi museum ini dengan menggunakan kendaraan pribadi, taksi atau transjakarta. Jika Anda ingin menggunakan transjakarta, Anda bisa turun di Stasiun Kota dari sini Anda bisa naik Mikrolet, badjaj, sepeda ontel atau berjalan kaki.