Jakartakita.com – Pagi ini, Selasa (24/3/2015) Indonesia kehilangan salah satu maestro seniman musik terbaiknya. Slamet Abdul Sjukur, yang merupakan seorang komponis dan pelopor musik kontemporer sudah berpulang, menutup usianya diumur 80 tahun.
Menurut rekannya, Pada Senin (9/3/2015) kemarin, saat dilarikan ke Unit Gawat Darurat, Ia sudah dalam kondisi patah tulang pinggul kanannya. Setelah dua minggu dirawat di Rumah Sakit Graha Amerta Surabaya, Jawa Timur. Tepat di hari beliau meninggal, rencananya Ia akan dioperasi.
Namun sayang kondisinya malah makin memburuk hingga kadar hemoglobin darahnya naik turun. Slamet Abdul Sjukur meninggal pada pukul 06:00 pagi tadi.
Mengenang sang maestro musik kontemporer ini, Jakartakita.com akan sedikit mengulas sepak terjang Slamet Abdul Sjukur dalam dunia seni musik Indonesia.
Beliau adalah seorang komponis dari Indonesia. Ia disebut sebagai seorang pionir musik kontemporer Indonesia. Karya-karyanya lebih banyak dinikmati di mancanegara, khususnya negara-negara Eropa, daripada di Indonesia. Ialah yang pertama kali mempunyai ide yang disebut ‘minimaks’, yaitu menciptakan musik dengan menggunakan bahan/alat yang minim dan sederhana.
Beberapa karyanya yang sudah diakui di dunia adalah, Ketut Candu, String Quartet I, Silence, Point Core, Parentheses I-II-III-IV-V-VI, Jakarta 450 Tahun, dan Daun Pulus.
Beberapa penghargaan yang telah diterima oleh Slamet Abdul Sjukur antara lain, Bronze Medal dari Festival de Jeux d’Automne in Perancis (1974), Piringan Emas dari Académie Charles Cros di Perancis (1975) untuk karyanya berjudul Angklung dan Medali Zoltán Kodály dari Hungaria (1983).
Majalah Gatra pernah memberinya anugerah sebagai pioner musik alternatif (1996) dan ia juga diangkat sebagai anggota Akademi Jakarta seumur hidup (2002). Dan yang terakhir, pada tahun 2005, Slamet Abdul Sjukur dianugerahi penghargaan dari Gubernur Jawa Timur karena dedikasinya pada dunia musik.
Berikut adalah cuplikan – cuplikan karya Slamet Abdul Sjukur: