Jakartakita.com – Data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, belum lama ini melaporkan bahwa hingga Februari 2015, tercatat total utang pemerintah pusat mencapai Rp 2.744,36 triliun. Jumlah ini naik dibandingkan posisi bulan sebelumnya (Januari) yaitu Rp 2.702,29 triliun.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) Sri Adiningsih mengatakan, utang Indonesia secara umum masih cukup aman. Pasalnya, utang Indonesia baru 30 persen dari PDB.
“Tergantung kurs-nya, bahkan bisa di bawah 30 persen,” kata dia, di Istana Wapres, Jakarta, Jumat (27/3/2015).
Menurut dia, utang di negara lain bisa lebih tinggi dari Indonesia. “Kalau kita bandingkan dengan negara lain, kalau dilihat dari utang, pemerintah Indonesia itu masih cukup baik,” jelas dia
“Hanya saja perlu diwaspadai adalah besarnya dana portofolio di Indonesia yang nilainya besar, ataupun juga utang swasta yang khususnya yang jangka pendek,” tuturnya.
Meski demikian, dia mengatakan otoritas ekonomi harus menaruh perhatian yang serius dan juga mengamati dan mencermati serta mengantisipasi tingginya utang Indonesia.
“Supaya jangan sampai normalisasi bunga di Amerika, yang tentu saja itu hanya masalah waktu untuk dilakukan, berdampak pada stabilitas ekonomi dan sistem keuangan kita menjadi minimal,” tukas dia.
Bank Indonesia (BI) sendiri telah memperketat aturan pengelolaan utang luar negeri (ULN) khususnya bagi korporasi nonbank. Langkah ini diambil BI mengingat jumlah ULN swasta terus meningkat, bahkan melebihi ULN pemerintah.
Terkait pengelolaan ULN swasta ini, bank sentral telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/21/PBI/2014 tanggal 29 Desember 2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank.
Selain itu, BI juga menerbitkan Surat Edaran Nomor 16/24/DKEM tanggal 30 Desember 2014 perihal Penerapan Prinsip Kehati- hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank.
Kedua aturan tersebut merupakan penyempurnaan ketentuan sebelumnya, PBI Nomor 16/20/PBI/2014 tanggal 28 Oktober 2014.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter BI, Juda Agung, mengatakan bahwa penerbitan aturan tersebut bertujuan menyelaraskan dengan praktik umum kegiatan usaha, upaya mendorong pembangunan infrastruktur, serta menyelaraskan dengan ketentuan lain BI yang akan dikeluarkan.
“BI melihat ULN swasta tersebut rentan terhadap sejumlah risiko, terutama risiko nilai tukar, risiko likuditas, dan risiko beban utang yang berlebihan. Risiko ULN swasta juga semakin tinggi karena prospek perekonomian masih diliputi berbagai ketidakpastian,” tandas Juda.