Jakartakita.com – Warga Jakarta dan sekitarnya, terutama Bekasi dan Bogor, pasti mengenal kawasan Cawang, Jakarta Timur. Kawasan ini merupakan ujung dari Jl Gatot Subroto dan Jl MT Haryono di bagian timur.
Cawang memang sangat strategis. Pasalnya, kawasan ini menghubungkan beberapa ruas jalan utama di ibukota. Seperti Jl MT Haryono yang mengarah ke pusat kota, Jl Raya Bogor menuju bagian timur dan selatan lalu Jl. DI. Panjaitan yang berujung di wilayah timur dan utara Jakarta. Cawang juga menjadi pintu masuk warga yang berdomisili di pinggiran Jakarta macam Bekasi dan Bogor, melalui jalan tol Cikampek dan Jagorawi. Kedua jalur bebas hambatan yang terkoneksi dengan jalan tol dalam kota dan JORR, ini membuat Cawang sangat mudah diakses.
Zaenuddin HM, dalam buku karyanya berjudul “212 Asal-Usul Djakarta Tempo Doeloe,” setebal 377 halaman, terbitan Ufuk Press pada Oktober 2012, menjelaskan asal usul nama Cawang.
Melihat sejarahnya, kawasan Cawang sudah ada sejak tahun 1759. Kala itu, kawasan Cawang dimiliki oleh seorang Belanda bernama Pieter van den Velde. Tuan Tanah asal Belanda ini juga memiliki tanah-tanah lain, seperti; Cikeas, Pondok Terong, Tanjung Priok dan Cililitan.
Di kemudian hari, daerah ini dikembangkan oleh seorang tentara Melayu berpangkat Letnan bernama Enci Awang.Letnan Enci Awang adalah bawahan dari Kapten Wan Abdul Bagus, yang bersama pasukannya bermukim di kawasan yang sekarang dikenal dengan nama Kampung Melayu. Entah kenapa, lama-kelamaan setelah bermukim lama di sana bersama pasukannya, kampung tersebut dinamakan Cawang.
Nama Cawang penah dikenal masyarakat karena ada Radio Cawang, meskipun di tempat itu tidak memproduksi radio dan juga tidak ada studio radio.
Pada awal abad ke-20, Cawang pernah kesohor karena di tempat itu bermukim seorang jawara Betawi bernama benama Haji Sairin alias Bapak Cungok. Kepopuleran Haji Sairin sempat membuat kecut Belanda. Pasalnya Haji Sairin alias Ncing Sairin tak kalah sakti dengan si Pitung.
Mengingat sepak terjangnya yang membahayakan keberadaan Belanda di Batavia tempo dulu. Belanda dan sekutunya pun melakukan berbagai cara untuk menangkap Haji Sairin.
Haji Sairin dituduh Belanda sebagai dalang dari kerusuhan di Tangerang pada tahun 1924 dan pemberontakan Entong Gendut di Condet pada tahun 1916. Setelah itu kisah Haji Sairin seperti lenyap ditelan bumi.
Sempat beredar kabar Haji Sairin mati dibunuh Belanda. Namun kuburannya tidak diketahui keberadaannya.