Jakartakita.com – Karena Jakartakita.com kini berkantor di daerah Tebet. Maka kali ini, jakartakita.com akan membahas sekilas tentang sejarah kawasan Tebet.
Tebet sebagai nama tempat sebenarnya sudah ada sejak zaman Belanda. Ketika VOC (Kongsi Dagang Belanda) mulai menguasai Hindia Belanda awal abad ke-16, Tebet dijadikan kawasan penampungan hujan sekaligus resapan air. Sebab, daerah ini lebih rendah ketimbang wilayah sekitarnya.
Menurut Rachmat Ruchiyat, penulis buku “Asal-Usul Nama Tempat di Jakarta”, Tebet berasal dari bahasa sunda kuno ‘Tebat’ atau ‘Tebet’, berarti rawa. Karena pada tahun 1940-an, kawasan Tebet masih berupa rawa dan belum menjadi pemukiman.
Kisah Tebet menjadi sebuah pemukiman yang berkembang memang tidak bisa lepas dari kisah Ganefo pada tahun 1963. Oleh karena pada tahun 1963 akan digelar Games of New Emerging Forces (Ganefo), maka warga penduduk di Senayan dan sekitarnya terpaksa digusur atau dibebaskan.
Hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari ulah Presiden Republik Indonesia pertama, Ir. Soekarno yang yang marah karena Komite Olimpiade Internasional (KOI) menskorsing Indonesia untuk ikut di Olimpiade Tokyo. Akhirnya beliau bertekat membuat olimpiade tandingan yang disebut Ganefo. Untuk itu, Presiden Soekarno membangun stadion megah di Senayan.
Berdasarkan hasil penelitian sejarawan J.J. Rizal. Kawasan Tebet setelah penggusuran itu memang sudah disiapkan sebagai lokasi pemukiman korban gusuran. Saat itu banyak orang kaya baru. Orang Betawi yang baru saja digusur dari kampungnya menyimpan uang dalam jumlah yang sangat banyak di rumahnya. Kawasan Tebet menjadi rawan pencurian. Akibatnya banya orang Betawi korban gusuran yang memilih untuk bermukim di Depok atau Bogor, dan menjual atau menyewakan tanahnya di kawasan Tebet.
Dari situlah Tebet menjadi kawasan multi etnis, tidak hanya dihuni penduduk Betawi. Lantaran letaknya strategis, pelan-pelan Tebet menjadi kawasan permukiman mahal seperti saat ini.