Para CEO tersebut mengatakan semakin yakin atas peluang yang ada di wilayah ASEAN walaupun mereka menyadari adanya berbagai tantangan. Tekanan menjadi masalah akut ketika perusahaan-perusahaan multinasional harus menghadapi persaingan dari perusahaan lokal yang lincah dan bisa jadi memiliki hubungan yang lebih dekat dengan pelanggan mereka. Hal ini memaksa perusahaan untuk meningkatkan kesiapan mereka.
Kebutuhan untuk memahami pasar lokal merupakan salah satu pernyataan yang paling jelas yang disampaikan oleh para CEO. Hal ini dapat dipahami mengingat banyak perusahaan multinasional yang mungkin kesulitan ketika menerapkan strategi yang sama di negara yang berbeda. Pada akhirnya, perusahaan multinasional lebih mungkin untuk menyesuaikan lini produksi mereka dengan pasar lokal, tapi mempertahankan jalur fungsional regional. Strategi utamanya adalah kemampuan untuk beradaptasi dan kapasitas untuk memahami dinamika pasar yang berbeda serta menyesuaikan produk dengan pasar.
Kecenderungan untuk membedakan antara Indonesia dan wilayah lainnya juga terungkap didalam percakapan antara KPMG dan para CEO. Sebagai negara terbesar di kawasan ASEAN, dengan ekonominya sebesar US$ 589 miliar, pada tahun 2014 Indonesia berkontribusi 35% dari total kawasan. Sementara itu populasi sebesar 252 juta merupakan 40% total populasi ASEAN (Source: KPMG’s MNC in Southeast Asia).
Melihat besarnya peluang domestik ini, banyak yang merasa bahwa perusahaan Indonesia lebih fokus pada pasar dalam negeri dan regulator lokal tentunya bersikap protektif terhadap peluang tersebut. Hal ini akan menetukan cara perusahaan multinasional mengintegrasikan Indonesia di tingkat regional.
Di sebagian besar negara ASEAN, infrastruktur dan kepastian kebijakan merupakan masalah utama. Hal ini berarti mencari mitra yang tepat atau mengakuisisi perusahaan atas jalur distribusi mereka menjadi hal yang lebih penting dibandingkan keunggulan merek. Sebagian besar CEO melihat semakin terbukanya akses dan peluang yang lebih besar di negara-negara ASEAN serta meningkatnya keinginan yang untuk berinvestasi di negara yang dinamis seperti Indonesia, Malaysia, Myanmar, dan Vietnam.
Meskipun demikian, banyak dari CEO yang disurvei tetap berhati-hati tentang investasi di Myanmar untuk jangka pendek.