Padahal sebelum nya Jaksa Agung M.Prasetyo mengatakan dengan tegas bahwa Mary Jane akan tetap dieksekusi dan tidak ada alasan sedikitpun untuk membatalkannya.
Selasa sore kemarin (28/04/2015), tim pengacara Mary Jane memberikan keterangan bahwa ada orang yang mengaku telah menaroh Heroin kedalam tas tanpa sepengetahuannya.
Maria Kristina ‘Christine’ Sergio, orang yang diduga menjebaknya masuk sindikat perdagangan narkoba, menyerahkan diri ke polisi. Ia mendatangi Nueva Ecija Provincial Police Office pada Selasa 28 April 2015 pukul 10.30 waktu setempat. Perempuan tersebut mengaku, hidupnya dalam bahaya jika tidak mengaku, namun ia membantah keterlibatannya dalam penemuan narkotika tersebut.
Menurut Kapuspenkum, Tony Spontana, eksekusi Mary Jane ditunda karena Ia dibutuhkan sebagai saksi dalam pemeriksaan hukum terkait penemuan bukti terbaru tersebut.
Namun pembatalan di “last minute” ini tentu saja membuat kredibilitas pengadilan Indonesia dipertanyakan, apalagi jika nanti ditemukan bahwa Mary Jane ternyata tidak bersalah. Masyarakat Internasional akan meragukan kebenaran proses peradilan terhadap terpidana lain yang telah dieksekusi.
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu mengatakan, jika dalam kasus Mary Jane terbukti ada proses yang tidak jelas, hal serupa juga dapat terjadi terhadap terpidana lainnya. Menurut dia, sebagian besar terpidana hanya bertindak sebagai kurir sehingga tidak layak divonis mati.
Selain itu, penundaan eksekusi terhadap Mary Jane juga mematahkan aturan Mahkamah Agung yang menetapkan pengajuan peninjauan kembali (PK) hanya dapat dilakukan satu kali. Fakta baru Mary Jane menunjukkan bahwa novum (bukti baru) bisa datang kapan saja.
Kesalahan hukuman mati sendiri cukup sering terjadi. Di Amerika saja, sejak tahun 1980 hingga sekarang, terdapat lebih dari 80 terpidana yang telah dieksekusi ternyata ditemukan tidak bersalah.