Jakartakita.com – Pada hari ini, Sabtu (20/6/2015), warga keturunan Tionghoa-Indonesia, khususnya yang beragama Konghucu merayakan tradisi Pecun.
Pecun adalah hari raya tradisional Tionghoa yang jatuh pada setiap tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek. Bahkan, pemerintah Tiongkok sendiri, menetapkan Pecun sebagai hari libur nasional.
Pada perayaan festival ini, masyarakat Tionghoa mempunyai kebiasaan makan Bacang, menancapkan seikat daun Artemisia di depan pintu, dan menggantungkan kantong kecil yang diisi ramuan wewangian di leher anak kecil.
Selain itu, pada perayaan festival ini sering diadakan perlombaan dayung perahu naga, walaupun saat ini bukan lagi praktik umum di kalangan Tionghoa-Indonesia.
Beberapa pakar pun menunjukkan, adat istiadat yang telah bersejarah lama itu tidak saja mempunyai konotasi kebudayaan yang kental, tapi juga menguntungkan bagi kesehatan.
Tapi, benarkah demikian? Berikut ini ulasannya ;
Bacang
Bahan utama untuk membuat bacang kebanyakan dari beras ketan atau beras pulut. Ketan viskositasnya tinggi setelah matang tapi rendah pemuaiannya. Umumnya bahan pembuat bacang terdiri dari campuran ketan dan beras pulut lainnya, sehingga komposisi gizinya hampir sama pada pokoknya.
Isi bacang baik berupa daging-dagingan maupun sayur-sayuran, semuanya mempunyai nilai gizi tertentu. Bacang mengandung kalori tinggi, merupakan makanan ideal baik untuk mengenyangkan perut maupun menyehatkan badan.
Seiring perkembangan jaman, sekarang ini kebanyakan menggunakan daun bambu dan daun teratai untuk membungkus Bacang. Daun tersebut merupakan tumbuhan alami yang bermanfaat bagi kesehatan manusia.
Sebagai obat tradisional Tiongkok, daun-daunan itu mempunyai banyak fungsi termasuk menghilangkan demam, menghilangkan panas dalam, menguatkan lambung, menawarkan racun, memperlancar air kemih dan membantu pencernaan, dapat mengurangi viskositas bacang dan membantu penyerapan komposisi gizi bacang.
Maka, Bacang tidak saja menjadi simbol makanan pada hari raya Pecun, juga menjadi pilihan makanan sehari-hari umum.
Menancapkan Seikat Daun Artemisia di Depan Pintu
Sementara itu, pada Festival Pecun di jaman dahulu, warga Tiongkok mempunyai kebiasaan untuk menancapkan ikatan daun Artemisia di atas sela-sela pintu setiap rumah.
Keadaan itu kini hanya tampak di pedesaan. Di kota, apalagi bagi penghuni apartemen, sudah jarang menancapkan daun tersebut, karena daun kering Artemisia mudah mengotori lingkungan di sekitarnya.
Artemisia tumbuh paling subur dan bau wangi daun Artemisia yang semerbak itu mengandung zat pembunuh kuman dan mengusir nyamuk.
Penelitian menemukan, mengasap daun Artemisia dapat membasmi bakteri termasuk staphylococcus aureus, beta hemolytic streptococcus dan colibacillus.
Selain itu, daun Artemisia mempunyai fungsi mengatur aliran energi vital dan menghilangkan gangguan terhadapnya, menghilangkan kelembaban badan, menghangatkan meridian (jing) dan menghentikan pendarahan.
Menggantungkan Kantong Kecil Yang di Isi Ramuan Wewangian di Leher Anak Kecil
Sejak jaman dahulu, orang Tiongkok mempunyai tradisi menggantungkan kantong kecil yang diisi ramuan wewangian di leher anak kecil.
Obat tradisional Tiongkok yang dimasukkan dalam kantong ialah heracleum, atractylodes, acorus calamas, cengkeh, daun poko, daun perilla, aruda dan lainnya. Sehingga ramuan itu dapat menghilangkan kelembaban, mengusir kutu dan menyemangatkan badan. (Dari berbagai sumber)