Kebijakan tersebut diketahui tertuang dalam payung hukum yakni, Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/10/2015, mengenai rasio loan to value atau rasio financing to value untuk kredit atau pembiayaan rumah dan uang muka kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor.
Yati Kurniati, Direktur Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia membenarkan hal tersebut, bahwa aturan resmi berlaku sejak 18 Juni, setelah ditandatangani oleh Agus Martowardojo, Gubernur BI dan Yasona Laoly, Menteri Hukum dan HAM.
“Aturan tersebut telah berlaku dari 18 Juni 2015,” papar Yati dalam di Gedung BI Pusat, Jakarta, pada hari Rabu (24/6/2015).
Yati menjelaskan, aturan ini merupakan revisi dari PBI yang diterbitkan tahun 2013 lalu. Ia pun mengatakan, perubahan kebijakan LTV/FTV dan Uang Muka juga meliputi beberapa hal, diantaranya adalah, perubahan besaran rasio LTV untuk Kredit Properti (KP) dan rasio FTV untuk Kredit Properti (KP) Syariah.
Dijelaskan juga bahwa, peraturan sebelumnya menetapkan nasabah untuk membayar uang muka sebesar 30 % khusus untuk kepemilikan Rumah Tapak (RT) tipe di atas 70 meter per segi dan Rumah Susun (RS) dengan tipe di atas 70 meter per segi dan untuk status kepemilikan pertama.
Sekarang, BI melalui aturan baru, memberikan kelonggaran dengan menaikan besaran rasio LTV/FTV yang boleh dikucurkan bank untuk nasabah yaitu sebanyak 10 % khusus fasilitas kredit pembiayaan rumah.
Dikabarkan, kini nasabah hanya cukup membayar uang muka sebesar 20 % untuk bisa memiliki rumah tapak dan rumah susun bertipe di atas 70 meter per segi dan uang muka sebesar 10 % untuk rumah tapak bertipe 22-70 meter persegi. Besaran uang pun berlaku progresif bagi setiap unit kepemilikan rumah.
Apabila nasabah ingin mengajukan permohonan kredit kepemilikan rumah kedua, maka nasabah hanya membayar uang muka 10 % lebih tinggi dibandingkan uang muka pada saat pembelian rumah pertama.
Yati menjelaskan, ketentuan ini berlaku hanya pada bank konvensional dan syariah yang menganut sistem Akad Murabahah dan Istishna saja.