Jakartakita.com – Pro-kontra perkara dana aspirasi atau Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) yang diajukan DPR memang sedang hangat menjadi pembicaraan banyak kalangan akhir-akhir ini.
Menyikapi perkara tersebut, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan belum ada surat resmi yang diajukan kepada Kementerian Keuangan untuk membicarakan mekanisme Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) atau dana aspirasi.
“Memang sudah ada omongan mengenai rencana itu, cuma itu bukan pernyataan resmi, jadi harus ada proposal resmi,” katanya di Jakarta, Jumat (26/6/2015) kemarin.
Menkeu tidak memberikan komentar lebih lanjut mengenai kemungkinan skema dana aspirasi yang diajukan DPR untuk tahun 2016 akan berbeda dengan yang pernah diajukan sebelumnya pada tahun 2010.
Namun, ia mengingatkan model dana aspirasi yang mengikuti konsep “pork-barrel politics” di Amerika Serikat, tidak memiliki dasar hukum yang memadai di Indonesia, karena anggota legislatif tidak berhak menjadi kuasa pengguna anggaran.
“Kalau modelnya seperti 2010 yakni setiap anggota DPR mendapatkan jatah kemudian mengalokasikan sendiri seperi “pork barrel” di AS, itu tidak sesuai dengan UU apapun di Indonesia dan tidak sesuai mekanisme APBN,” jelas Menkeu.
Ditambahkan, untuk saat ini urusan dana aspirasi masih merupakan bagian dari internal di parlemen, selama belum ada pembicaraan resmi maupun surat usulan untuk dibahas dengan pemerintah.
“Saya tidak tahu (soal dana aspirasi) karena proposalnya belum ada. Itu kan aturan internal DPR, kenapa kita harus menanggapi lebih dulu urusan internal tetangga,” tegasnya menanggapi dana aspirasi yang kemungkinan diusulkan dalam RAPBN 2016 sebesar Rp11,2 triliun.