Jakartakita.com – Perlambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi saat ini membawa dampak signifikan di sektor properti Tanah Air.
Vivin Harsanto, Head of Advisory Jones Lang LaSalle (JLL) menyimpulkan bahwa apa yang terjadi dalam kurun waktu 3 bulan belakangan terhadap seluruh sektor properti adalah kelanjutan dari perlambatan yang terjadi selama triwulan 1-2015 yang dibayangi oleh kondisi ekonomi, depresiasi rupiah, dan persaingan pasokan.
“Secara keseluruhan pasar properti mengalami perlambatan dimana sektor hunian adalah salah satu sektor yang mengalami penurunan paling signifikan di triwulan ini dibanding sektor properti yang lain,” katanya kepada Jakartakita.com, disela-sela acara media briefing di Jakarta, Rabu (8/7/2015).
Lebih lanjut diungkapkan, adanya beberapa kebijakan baru terkait properti antara lain, pengenaan Pajak Barang Mewah (PPNBM), penggunaan rupiah untuk semua transaksi dan dibukanya kesempatan kepemilikan properti bagi orang asing, menyebabkan para developer maupun calon investor mengambil langkah “wait and see” dan mengatur strategi untuk menyesuaikan dengan kebijakan baru tersebut.
Sementara itu, Angela Wibawa, Head of Markets JLL mengatakan, akibat dari adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut, tingkat hunian perkantoran di CBD mengalami sedikit penurunan dikisaran 92%.
Namun demikian, lanjut dia, terjadi tingkat permintaan positif sebesar ± 7.800 m2 yang berasal dari ekspansi maupun tenant asing yang baru masuk pertama kali ke CBD dan sekitar ± 5.000 m2 tingkat serapan yang terjadi di gedung – gedung grade B.
“Sementara di pasar perkantoran di luar CBD, penyerapan ruang perkantoran selama triwulan II adalah ± 8,900 m2 terjadi di gedung perkantoran grade B & C di Jakarta Selatan khususnya daerah TB Simatupang. Tingkat hunian gedung perkantoran di luar CBD mengalami penurunan 1% menjadi 87% akibat adanya pasokan baru ( ± 52.000 m2) di Jakarta Selatan (TB Simatupang) dan Jakarta Pusat (Kemayoran),” tuturnya.
Ditambahkan, untuk harga sewa di pasar perkantoran CBD relatif stagnan selama triwulan 2, kecuali pada gedung grade C yang mengalami kenaikan sekitar 3% dibandingkan triwulan sebelumnya mengalami kenaikan 5%–6%.
“Para pengembang memiliki tendensi untuk menyesuaikan harga rental di tengah kondisi kompetisi yang semakin ketat di sepanjang tahun 2015 ini,” tandasnya.