Sugeng Riyadi

Meski saya lahir dari kedua orang tua yang Jawa tulen. Saya merasa kalau diri saya kurang Jawa. Saya bahkan lebih Betawi dari kebanyakan orang-orang kelahiran Jakarta. Aksen Betawi saya terbentuk sempurna lewat pergaulan. Saya lebih suka cita rasa masakan Betawi ketimbang Jawa yang terlalu manis buat saya.

Bahasa Jawa? Ah… rasanya kalau diadu, bahasa Spanyol saya masih lebih bagus ketimbang bahasa Jawa. Padahal di rumah ayah ibu sering berbicara bahasa Jawa. Tetapi entahlah, mengapa kami anak-anaknya tak pandai berbahasa Jawa. Aksennya terlalu kaku untuk menyebut kosa-kata Jawa. Mirip orang bule yang terpatah-patah menyebut kosa-kata bahasa Indonesia.

Bertahun-tahun lalu, kala saya masih gadis remaja. Seperti biasa setiap menjelang lebaran, kami sekeluarga pergi mudik ke kampung halaman ayah dan ibu di Purworejo Jawa Tengah. Kampung halaman yang tersembunyi di antara perbukitan, dikelilingi pepohonan duren, duku, manggis, dan kokosan yang rajin berbuah di musimnya. Gemericik air sungai, suara jangkrik di malam hari yang bersahut-sahutan dengan nyanyian si katak di malam yang menggigit, dan pemandangan yang tak bosan dipandang. Itulah mengapa kami selalu rindu mudik.

Suatu kali di hari lebaran, kami berkumpul bersama sanak famili di salah satu rumah Pak De. Saya memanggilnya Pak De Man, namun kini beliau sudah berpulang ke rahmatullah. Kebetulan di saat yang bersamaan, rombongan para tetangga di kampung juga sedang bertandang. Ramai sekali….

Sudah menjadi kebiasaan berlebaran di kampung, pada hari kedua lebaran, warga kampung dan perantau biasa berkeliling kampung dari rumah ke rumah untuk bersalaman dan tentunya mencicipi hidangan setiap rumah. Rumah yang disambangi adalah mereka yang dianggap tetua. Dan kebetulan si Pak De termasuk sesepuh.

Rombongan para tetangga, tua-muda, pria-wanita ‘menyerbu’ kediaman Pak De. Mereka pun ikut menyalami saya yang kebetulan sedang berada di halaman rumah.

” Sugeng riyadi!” begitu kata mereka.

Saya yang sok tahu langsung semangat menjawab, “Coba cari di dalam, mungkin Sugeng Riyadi ada di dalam”.

Kontan saja tetamu, bengong mendengar jawaban saya. Saya yang tak merasa salah pun kembali menjelaskan, “Saya tidak tahu, yang namanya Sugeng yang mana. Coba aja ke dalam, di dalam banyak cowok, mungkin ada yang namanya Sugeng Riyadi”. Saya pun tersenyum sebelum melengos pergi. Sempat terdengar mereka saling bercakap dengan bahasa yang tidak mengerti.

Belakangan saya tahu kalau ‘Sugeng Riyadi’ walaupun mirip nama orang, sejatinya bukan orang tetapai merujuk pada kata ‘Selamat Lebaran’. Pantas saja, anak muda yang menyalami saya bengong mendengar jawaban saya. Ah sudahlah…

Anyway “Sugeng Riyadi, Sedoyo lepat nyuwun ngapuro yo…” Artinya? Silahkan googling!

LebaranMudiksugeng riyadi
Comments (0)
Add Comment