Jakartakita.com – Tidak ada yang abadi di dunia politik, yang ada hanyalah kepentingan yang abadi.
Adagium terkenal dari Lord Acton tersebut kiranya menjadi nyata, setelah Kuba dan Amerika Serikat secara resmi membuka kembali kedutaan besar masing-masing di kedua negara, pada hari Senin (20/7/2015).
Hal itu sebagai langkah mengubur perseteruan selama puluhan tahun dalam perang dingin.
Dengan demikian, untuk pertama kali sejak 1961, bendera Kuba akan berkibar di gedung Kudutaan Besar Kuba yang baru dipugar di Washington yang letaknya cuma selemparan batu dari Gedung Putih.
Bendera garis-garis dengan bintang-bintang putih di dalam segitiga dan garis-garis biru menjadi salah satu dari jajaran bendera-bendera sedunia yang menghiasi gerbang masuk Ibukota negara AS yang berlantai marmer.
NYtimes.com pada Senin (20/7/2015) melaporkan bahwa untuk saat ini, perubahan itu (mungkin) tak terlihat dari luar, namun bisa dibilang sebuah metafora untuk negara Kuba sendiri.
“Secara teknis, akan ada perbedaan. Para diplomat akan secara resmi terdaftar dan untuk pertama kalinya sejak Kedutaan Amerika Serikat ditutup, mereka akan diizinkan untuk melakukan perjalanan secara bebas di negara ini (Kuba). Mereka akan diundang untuk beberapa kegiatan, seperti anggota korps diplomatik negara lainnya,” sebut laporan tersebut.
“Ini semacam seperti pernikahan,” kata James Williams, Presiden dari kelompok advokasi, Persekutuan Kuba, yang telah melobi kedua negara agar hubungan menjadi membaik.
“Anda telah menghabiskan semua waktu perencanaan hari pernikahan Anda, dan akhirnya Anda mendapatkan untuk melihat seseorang berjalan menyusuri lorong perkawinan.”
“Sekarang,” ia menambahkan, “Anda memiliki sisa hidup Anda bersama-sama,” ujarnya.
Sebagai informasi, membaiknya hubungan diplomatic kedua negara terjadi setelah Washington menyadari bahwa kebijakannya mencoba melakukan perubahan melalui sanksi yang sangat ketat bagi komunis Kuba telah gagal.
Sebaliknya berhubungan langsung dengan Havana merupakan cara yang lebih baik untuk mendorong demokrasi dan kemakmuran.
Setelah serangkaian perundingan di Havana dan Washington, pemulihan hubungan diplomatik bisa dilakukan dalam waktu tujuh bulan kemudian.
Kuba menghendaki AS sebagai mesin ekonomi untuk mengatasi kerumitan ekonominya dan berharap dapat menarik modal asing lebih banyak serta meningkatkan sumber daya manusia untuk diperbaiki dari model sosialis, tetapi tanpa mengubah kebijaksanaan politik.
Adapun salah satu masalah terbesar dalam pertikaian kedua negara adalah soal Hak Asasi Manusia, dimana Washington menekankan pentingnya kebebasan berpendapat.