Hari masih menunjukkan pukul 10 pagi. Namun, suasana di dalam kantor cabang sebuah bank pemerintah itu sudah padat. Antrian menuju 3 teller bank masih mengular. Belum lagi antrian para nasabah yang duduk menanti panggilan dari customer service.
Saya pun melangkah gontai mengambil nomor dan menanti hingga saya dipanggil salah satu dari 3 customer service yang sedang bertugas. Hampir sejam menunggu akhirnya saya dipanggil pula. Permintaan saya termasuk sangat mudah untuk dikabulkan, yaitu memindahkan rekening dolar saya. Tanpa proses panjang, permintaan saya pun segera di acc. Proses terakhir adalah saya mesti bertemu teller.
Antrian teller khusus tidak panjang. Namun kali ini saya mengantri sambil berdiri. Untung saja tidak sampai setengah jam giliran saya bertatap muka dengan sang teller ganteng dan muda belia.
Sang teller pun dengan sopan menanyakan hal-hal prosedural sebagai pembuka. Lama-lama pertanyaan mulai basa-basi, seperti pertanyaan privasi macam, “kerja dimana?”, “tinggalnya dimana?” dan bahkan dengan sok tahunya sang teller pun menembak “suka warna biru ya?”. Saya pun menjawabnya.
Namun, lama-lama pertanyaannya makin tidak penting dan terkesan memperlama proses, padahal di belakang saya masih ada dua orang yang mengantri. Dan proses saya pun selesai dalam waktu hampir 10 menit. Sang teller pun mengembalikan buku tabungan saya. “Ini mbak buku tabungannya…”
“Sip makasih ya…”, saya berbasa-basi.
“Sama-sama mbak Risma”, ehhh si teller pun kini memanggil nama saya. Saya pun hanya tersenyum.
Dan sebelum berlalu, sempat-sempatnya si teller bilang, “sampai ketemu lagi ya mbak…”. Haduh sempat-sempatnya sih. Saya pun membalas dengan senyuman.
Malam hari saat saya bermaksudkan memindahkan buku tabungan saya dari dalam tas ke tempat yang lebih aman, tiba-tiba ada sepotong kertas kecil bertuliskan nama dan nomer telepon terjatuh dari halaman buku tabungan.
“Astaga….nomor siapa ini? Siapa coba yang iseng naruh di dalam buku tabungan saya” Saya tahu persis itu bukan tulisan saya, dan saya pasti akan ingat kalau saya yang menaruhnya di dalam buku tabungan. Dan ingatan saya pun melayang kepada sesosok teller ganteng yang pagi tadi melayani saya. Saya pun tertawa terbahak-bahak memandanginya sebelum membuangnya ke tempat sampah.
Ah, dasar anak muda! Tak tahukah dia kalau yang sedang digoda adalah emak-emak beranak satu. Mungkin dia sedang menguji peruntungan dengan menggaet saya. Siapa tahu saya juga iseng menelpon atau sms nomor tersebut dan akhirnya tebak sendiri.
Dan itu bukan kali pertama saya menjadi sasaran ‘flirting’. Ada banyak lelaki yang sering tertipu oleh penampilan saya. Mungkin karena saya mungil dan tak suka berpenampilan ala ibu-ibu, tak ada yang menyangka saya adalah ibu satu anak. Kebanyakan mereka yang tak benar-benar mengenal saya akan berpikir saya masih lajang yang usianya belum seperempat abad. Padahal…
Bagi yang belum tahu ‘flirting’, Flirting bisa diartikan sebagai menggoda, di mana seseorang mengirimkan sinyal-sinyal pada orang lain baik bahasa lisan maupun kode-kode, tanpa ada sentuhan fisik. Misalkan; tersenyum, suka mendengarkan curhatan kita, tiba-tiba menjadi dewa penolong, dan lain-lainnya.
Namun, jika seseorang sudah memulai dengan sentuhan fisik, maka ia sudah tidak bisa disebut sebagai flirting lagi, melainkan seducing. Saat itu orang sudah mulai mengarah ke seksual, yaitu memakai pakaian dengan kancing sedikit terbuka dan mulai menggunakan tangan untuk melakukan sentuhan fisik.
Walaupun tak ada batasan gender bagi seseorang untuk melakukan ‘flirting’. Namun, laki-laki lebih banyak melakukan ‘flirting’ ketimbang perempuan.
Dan ‘flirting’ belum tentu ada maksud serius. Bisa juga mereka mengirim sinyal ‘flirting’ hanya untuk menguji peruntungan dengan mengumbar kata-kata, misalnya perhatian, pujian, bahkan gombalan. Tidak heran tindakan ini justru malah sering membuat lawan jenisnya ge-er.
Saat flirting, Anda juga perlu waspada. Jangan sampai masuk ke dalam sebuah zona berbahaya. Misalnya, ketika seseorang perempuan sudah lama menikah, tiba-tiba ada pria yang memberikan pesan, “Kamu cantik deh pakai baju itu.” Kalimat itu saja sudah bisa menjadi sebuah masalah besar dan menghancurkan rumah tangga orang lain. Bahkan tipe perhatian laki-laki yang bersifat peduli, seperti “Kamu sudah makan atau belum? Makan dong…. Nanti kalau tidak makan, kamu sakit lho.” Hal itu saja sudah bisa membuat perempuan memberi tanda tanya besar dan mencurigai isi pesan tersebut.
Sementara itu, tidak hanya laki-laki saja yang patut disalahkan. Perempuan pun juga demikian. Kadang perempuan suka membalas godaan laki-laki dengan sebuah flirting-an juga, misalnya ketika sang lelaki membantunya menyelesaikan tugas rumit. Pujian seperti, “Makasih ya, kalau gak ada kamu pasti belum kelar juga nih. Kamu pinter banget sih.” Mungkin di rumahnya, ia tidak mendapatkan pujian seperti itu. Perempuan tahu kalau laki-laki itu senang kalau dia dihargai.
Atau perempuan bisa mengatakannya dengan, “Kamu keren ih!” bahkan, “kamu kok baik banget sih…Aku belum pernah loh ketemu orang kayak kamu….”
Well, pastikan Anda tidak terlalu polos dalam menanggapi sinyal ‘flirting’ yang disampaikan orang lain. Jika saat ini Anda sudah punya pasangan, lebih baik segera kabur dan jangan pernah tanggapi ‘flirting-an’ si dia kalau Anda tidak mau hubungan Anda hancur berantakan.
(Disclaimer: Rubrik “Jakarta Kita” adalah kumpulan artikel non formal yang lebih bersifat opini atau fiksi bukan bagian dari berita resmi jakartakita.com)