Jakartakita.com – Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli baru saja mengeluarkan pernyataan kontroversial yang menuding ada mafia di balik PLN. Tudingan tersebut didasarkan Rizal Ramli pada kenyataan ketika membeli pulsa listrik seharga Rp 100.000, masyarakat hanya mendapatkan Rp 73.000 saja. Ada selisih yang sangat jauh, yaitu sekitar Rp 27.000.
Tetapi benarkah penghitungan voucher listrik sesederhana itu?
Pejabat internal PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang tidak ingin disebut namanya, memberikan penjelasan terkait hal ini. Menurutnya, mungkin yang dimaksud Rizal Ramli bukan Rp 73.000 melainkan 73 Kwh (kilo watt per hour). Jika dikonversi ke rupiah sekitar Rp 94.000 dengan hitungan beban listrik rumah tangga 1.300 watt. Dia menjelaskan hitungannya.
Jika masyarakat membeli pulsa listrik Rp 100.000, akan dipotong sekitar 3-10 persen untuk pajak penerangan jalan (PPJ). “Besaran pajak itu yang menentukan pemda, PLN hanya diberi tugas memungut saja. Misalnya kena pajak 3 persen (Rp 3.000), maka sudah tinggal Rp 97.000. Belum dihitung biaya administrasi bank sekitar Rp 3.000.
Dari situ dia menjelaskan, Rp 94.000 dibagi dengan biaya listrik per kwh. Untuk pelanggan 1.300 watt, tarif per kwh sebesar Rp 1.352. Maka Rp 94.000 dibagi Rp 1.352 menjadi sekitar 70 kwh. Jadi sebenarnya ini yang diperoleh masyarakat. Bukan pulsa Rp 100.000 dapat Rp 73.000 tetapi 73.000 atau 73 kwh.