Disiplin Atawa ‘Sok-sokan’?

Kota Bogor dikenal warga Jakarta sebagai tempat ‘pelarian’ dari segala kesuntukan dan kesemrawutan ibukota. Selain menawarkan udara yang lebih segar dari Jakarta, apalagi di kawasan Puncak, Kota Hujan juga dikenal memiliki berbagai sajian kuliner yang menggugah selera.

Memang sih belakangan berbagai kenikmatan tersebut sedikit terdepresiasi akibat semakin macetnya jalanan Kota Bogor. Terutama di akhir pekan apalagi saat long weekend tiba, tak hanya mobil plat F yang memenuhi Bogor, tapi juga mobil-mobil plat B.

Tapi tetap saja Bogor menjadi pilihan destinasi untuk refreshing sejenak warga Ibukota. Paling tidak untuk berganti suasana dari rutinitas sehar-hari sebuah kota besar menjadi suasana kota kecil yang lebih adem.

foto: istimewa

Sayangnya, memadatnya kota Bogor turut disertai juga perilaku kurang menyenangkan dari beberapa oknum anggota dinas lalu lintas yang arogan dan sok-sokan. Atas nama kedisiplinan, beberapa orang itu berlagak seperti memiliki kuasa lebih dari orang lain.

Dalam sebuah urusan, saya memarkir mobil di bagian jalan masuk sebuah bank. Hal ini saya lakukan sesuai dengan permintaan petugas parkir setempat, karena parkiran bank tersebut sedang penuh. Setelah urusan saya selesai, saya pun kembali ke parkiran. Sungguh kaget ternyata ban mobil saya sudah di lock. Alamak!

Saya cukup bingung, karena biasanya kalau mobil di-lock itu karena parkir di tempat dengan rambu dilarang parkir. Tapi ini kok di depan sebuah bank, tepatnya di bagian jalan masuknya, mobil saya bisa di-lock. Bukankah itu berarti bagian dari parkiran bank tersebut, dan parkiran di bank itu adalah sepenuhnya hak dan tanggung jawab petugas parkir setempat sebagai pengelola? Entahlah.

Yang melakukan tentu saja anggota dinas lalu lintas Kota Hujan, sesuai dengan kata-kata petugas parkir yang melihat kejadian. Sontak saya mendatangi pos anggota dinas lalu lintas yang terletak kurang lebih 500 meter dari ‘TKP’. Setelah melapor, petugas yang ada di pos memberi tahu bahwa lock akan segera dibukakan

Kembali perjalanan 500 meter saya tempuh untuk mencapai mobil. Sesampainya di sana, ada dua oknum petugas dinas lalu lintas yang terlihat menunggu saya. Mereka terlihat senang, dan anehnya seperti menunggu pemberian uang.

“Saya tadi sudah lapor ke pos. Kata mereka bisa langsung dibukakan lock-nya,” ucap saya kepada mereka. Tapi entah mengapa respon mereka kurang bersahabat, dengan salah satu dari mereka menepis tangan saya yang mencoba bersahabat.

“Sebentar pak, saya cek dulu ke pos,” kata oknum tak beritikad baik tersebut. Cukup lama ia sibuk dengan walkie-talkienya, entah benar melapor atau sekadar membuang waktu.

Saya pun menegur oknum tersebut. “Bagaimana ini? Tadi kan sudah dibilang bisa dibuka lock-nya. Kenapa tidak dibuka?”

Tapi balasan si oknum tersebut, sebut saja Mr Keple 1, ternyata negatif. Ia langsung nyerocos soal hukum, soal pelanggaran lalu lintas, soal ia kuliah hukum hingga mengerti tentang segala sesuatunya tentang hukum lah.

Agak aneh juga, setahu saya kalau lulusan hukum kerjanya jadi pengacara, atau corporate lawyer, atau di Depkumham, atau sejenisnyalah. Kenapa makhluk yang berada di depan saya ini malah menggunakan seragam anggota dinas lalu lintas Kota Hujan. Tapi terserahlah, suka-suka dia.

foto: istimewa

Temannya yang satu lagi, baiknya kita sebut saja Mr Keple 2, terus jadi ikut-ikutan nyerocos. Yang ini omongannya agak lebih lumayan, tidak se-ngelantur Mr Keple 1. Susah memang ketika orang-orang muda ini, yang masih sok-sokan, diserahkan tanggung jawab soal disiplin.

Lama-lama kesal juga, agak keras saya kemudian berbicara kepada anak-anak muda. “Sudahlah saya banyak urusan. Cepat kalian lapor pada atasan kalian untuk bagaimana baiknya ini,” tegas saya.

Mr Keple 1 lalu kembali sibuk dengan walkie-talkie andalan. Dan kali ini, ia benar menghubungi atasannya di pos tadi. Dengan tergopoh-gopoh sang atasan, yang notabene masih muda juga, mendatangi ‘TKP’.

Dengan sopan ia bertanya permasalahan yang ada. Saya pun menjelaskan semuanya, dan respon anak muda yang kemudian saya ketahui namanya adalah Mohamad Taufik itu sangat positif. Ia lalu memerintahkan Mr Keple 1 dan Mr Keple 2 untuk membuka lock di ban saya.

Tapi anehnya mereka menolak. Mungkin menunggu selipan rupiah di kantung mereka, yang memang tidak ada niat saya sedikit pun untuk memberi mereka, atau alasan lainnya yang entahlah.

Akhirnya Taufik harus TURUN TANGAN sendiri membuka lock di ban mobil saya. Wah.. wah.. Taufik, saya prihatin Anda harus mengurus dua anak buah yang arogan itu. Semoga Yang di Atas memberi pintu lapang kesabaran bagi Anda dalam menghadapi mereka.

Dengan sopan kemudian saudara Taufik mempersilakan saya pergi. Dan saya pun berterima kasih kepadanya karena melepaskan saya dari ‘jeratan’ dua oknum manusia yang tak mengerti perbedaan antara disiplin atawa ‘sok-sokan’.

(Disclaimer: Rubrik “Jakarta Kita” adalah kumpulan artikel non formal yang lebih bersifat opini atau fiksi bukan bagian dari berita resmi jakartakita.com)

Bogorkota hujanlalu lintasoknumsok
Comments (0)
Add Comment