Jakartakita.com – Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin pagi bergerak melemah sebesar 16 poin menjadi Rp13.556 dibandingkan posisi sebelumnya pada Jumat (16/10/2015) sore, yaitu di posisi Rp13.540 per dolar AS.
Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada pada Antara, mengatakan bahwa nilai tukar rupiah masih terpengaruh oleh data inflasi inti Amerika Serikat yang naik. Kondisi itu mendorong dolar AS kembali bergerak menguat terhadap mayoritas mata uang utama dunia, termasuk rupiah.
Kondisi data ekonomi Amerika Serikat yang membaik, menurut dia, membuat pelaku pasar uang berpotensi melepas aset rupiah dan kembali beralih ke dolar AS, apalagi laju penguatan rupiah pada beberapa waktu terakhir telah cukup signifikan sehingga lajunya mulai cenderung berkurang.
Kendati demikian, lanjut dia, masih tingginya harapan pelaku pasar terhadap realisasi kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia serta pemerintah, ditambah harapan dari penguatan harga komoditas dunia dapat menahan tekanan rupiah lebih dalam.
Sementara itu Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menambahkan bahwa perekonomian Tiongkok yang mulai berekspansi pada kuartal ketiga diharapkan dapat berdampak ke perekonomian negara di kawasan Asia.
Ia menyampaikan produk domestik bruto Tiongkok tumbuh sebesar 6,9 persen pada kuartal ketiga. Namun, itu masih berada di laju kuartalan paling lambat sejak peridoe tiga bulan 2009, berdasarkan data yang dikeluarkan sebelumnya.
Ariston Tjendra mengatakan bahwa nilai tukar rupiah berpotensi mengalami penguatan kembali menyusul adanya harapan positif dari paket-paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan.
Pada siang hari, rupiah menguat tipis di kisaran Rp 13.550. Namun, diprediksi posisi rupiah masih belum stabil hingga beberapa pekan ke depan.