Jakartakita.com – Pesatnya perkembangan teknologi di dunia kedokteran, telah merubah layanan medis menjadi semakin canggih.
Jika dahulu operasi jantung terhadap pasien dilakukan dengan operasi bypass konvensional, yang memerlukan sayatan besar akibat diperlukannya pembelahan tulang dada, kini dengan hadirnya teknologi mutakhir melalui operasi bypass jantung sayatan minimal (Minimally Invasive Cardiac Bypass Surgery, MICS CABG), operasi terhadap pasien hanya melalui tiga sayatan kecil.
Layanan operasi bypass jantung sayatan minimal inilah yang ditawarkan OMNI Hospitals Alam Sutera dan menjadikannya sebagai rumah sakit pertama di Indonesia yang menghadirkan teknologi mutakhir Minimally Invasive Cardiac Bypass Surgery, MICS CABG.
“Kami senang dapat ikut terlibat dalam pengendalian angka kematian akibat penyakit jantung dengan meningkatkan kualitas layanan OMNI Hospitals Alam Sutera, dengan pengadaan fasilitas baru yaitu Operasi Bypass Jantung Sayatan Minimal (MICS CABG). Pengadaan fasilitas ini adalah upaya kami dalam menjawab peningkatan kebutuhan pasien penyakit arteri koroner untuk mencapai tujuan terapi,” kata Presiden Direktur OMNI Hospitals Group, Dr. Umapathy Panyala, kepada Jakartakita.com, di Jakarta, Kamis (10/12/2015).
Kehadiran layanan medis terbaru ini, tutur Dr. Uma, demikian ia biasa disapa, sebagai upaya nyata RS OMNI Hospitals Alam Sutera dalam menghadirkan harapan baru bagi pasien dengan penyakit arteri koroner dan untuk meningkatkan hasil pengobatan penyakit arteri koroner.
“Prosedur ini kini tersedia di OMNI Hospitals Alam Sutera untuk pasien dengan penyakit arteri koroner,” jelasnya.
Lebih lanjut diungkapkan, teknologi teranyar dibidang kedokteran ini sebenarnya sudah dikenal pertama kali di Amerika Serikat sejak 3-4 tahun lalu oleh Harvard University. Selain di Amerika Serikat, penggunaan teknologi ini juga telah dilakukan di India, dimana sudah banyak pasien yang melakukan operasi bypass jantung sayatan minimal (Minimally Invasive Cardiac Bypass Surgery, MICS CABG) untuk pasien dengan penyakit arteri koroner.
“Di India malah sudah 4 ribuan pasien melakukannya sejak 3-4 tahun lalu,” ujar Dr. Uma.
Adapun di OMNI Hospitals Alam Sutera sendiri, telah melakukan operasi bypass jantung sayatan minimal untuk pertama kalinya di Indonesia pada tanggal 9 Desember 2015 lalu. Tindakan operasi dipimpin oleh konsultan senior bedah thorax dan kardiovaskular Dr. Sathyaki Purushotam Nambala bersama ahli bedah thorax dan kardiovaskular dari OMNI Hospitals Alam Sutera Dr. Alfa Ferry, MD, Sp.BTKV, FRCS, FCF, FIHA.
Sementara itu, konsultan senior bedah thorax dan kardiovaskular Dr. Sathyaki Purushotam Nambala, menuturkan, selama prosedur berjalan, jantung pasien tetap berdenyut sehingga dalam pelaksanaannya alat pacu jantung buatan hanya diperlukan bila jantung pasien dalam kondisi lemah.
“MICS CABG menurunkan risiko infeksi, mengurangi penggunaan analgesik hingga 70%, mengurangi kebutuhan transfusi darah hingga 70%, dan 75% pasien dapat kembali bekerja dalam waktu 10 hari,” jelasnya.
Ahli Bedah Thorax dan Kardiovaskular OMNI Hospitals Alam Sutera Dr. Alfa Ferry, MD, SpBTKV, FRCS, FCF, FIHA, menambahkan, MICS CABG merupakan terobosan baru prosedur operasi arteri koroner.
“MICS CABG merupakan kemajuan bagi pasien arteri koroner agar dapat secepat mungkin terlepas dari prosedur penyembuhan dan dapat cepat beralih dan kembali menjalani kehidupan sehari-hari dalam kurun waktu kurang dari sebulan,” imbuhnya.
Asal tahu saja, berdasarkan data Kementerian Kesehatan, penyakit arteri koroner diprediksi akan menyebabkan 23,3 juta kematian di Indonesia pada tahun 2030 dan merupakan penyebab utama kematian diantara penyakit tidak menular. Adapun data terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), menyebut penyakit arteri koroner menyebabkan 243.045 kematian di Indonesia, atau sebesar 17,05% kematian di Indonesia.
Adapun kriteria pasien yang dianggap layak secara medis untuk menerima prosedur MICS CABG adalah pasien yang memiliki penyakit arteri koroner, pasien yang telah mengalami kegagalan prosedur pemasangan cincin (stent) serta pasien dengan gejala penyakit akut yang tidak lagi dapat ditangani dengan pengobatan atau pemasangan cincin.