Jakartakita.com – Manajer Advokasi Forum Indonesia Untuk Transparasi Anggaran (FITRA), Apung Widadi baru-baru ini di Jakarta, mengungkapkan bahwa, sejumlah aset pemerintah dikhawatirkan beralih tangan ke pihak swasta. Kekhawatiran itu muncul, karena lemahnya pengawasan terhadap aset milik negara tersebut.
“Selain karena lemahnya inventarisir, lembaga tersebut telah meminjamkan dan menyewakan asetnya ke pihak swasta,” ujar Apung.
Khusus di wilayah DKI Jakarta saja, lanjut Apung, setidaknya ada tiga aset yang rawan diserobot pihak swasta. Aset tersebut milik Hotel Indonesia, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan Sekretariat Negara.
Dijelaskan, sebagian lahan yang sudah dimitrakan dengan pihak swasta tersebut mulai bermasalah. Sejumlah perusahaan swasta yang awalnya menjadi mitra pemerintah justru menggugat tanah milik negara tersebut.
Berdasarkan audit BPK pada tahun 2014, di wilayah Jakarta ada 35 bidang tanah yang menjadi obyek gugatan oleh pihak swasta. Total keseluruhan aset yang didugat tersebut mencapai Rp7,976 triliun.
“Tentu ini menjadi kekhwatiran bagi kami. Persolaannya bukan karena gugatannya, tetapi keberadaan mafia di praktik gugatan tanah milik pemerintah provinsi tersebut,” ujar dia.
Keberadaan mafia tanah itu tampak, jelas dia, karena dari 35 bidang lahan yang diperkarakan, 11 bidang tanah sudah dimenangkan oleh pihak swasta. Karena kalah dalam gugatan, pemerintah pun mengalami kerugian senilai Rp259 miliar.
Melihat kondisi tersebut, Apung meminta kepada pemerintah untuk membentuk tim khusus yang digunakan untuk menginventarisir aset milik negara tersebut. Inventarisir ulang ini perlu dilakukan untuk menjaga aset-aset yang belum sempat terdaftar.
Selain membentuk tim untuk mereinventarisir aset, pihaknya juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengawasi setiap aset negara yang dianggap rawan tersebut.
“Perlu diawasi, karena beberapa kasus menunjukkan adanya dugaan keterlibatan elit negara dalam permainan aset milik pemerintah tersebut,” tandasnya.