Jakartakita.com – Pada abad ke-16 dan ke-17 terjadi eksodus besar-besaran orang Tionghoa ke bagian selatan Cina, yaitu ke wilayah Asia Tenggara, termasuk nusantara. Kejadian itu disebabkan karena adanya perang saudara dan kemarau berkepanjangan disana.
Pada saat bersama VOC berkuasa di Batavia. Untuk memperlancar pembangunan, mereka memerlukan banyak tenaga kerja. Karena itu mereka mengambil tenaga kerja asal Cina yang dinilai ulet dan rajin.
Para saudagar dan buruh kasar dari daratan Cina akhirnya menetap dan beranak-pinak di tanah Batavia. Sejak itu kebudayaan Cina banyak bercampur dengan kebudayaan Betawi dan masuk ke dalam berbagai aspek kehidupan, seperti:
Pakaian
Konon, ramainya perdagangan di kawasan Sunda Kelapa pada akhir abad ke-15, membuat Tanah Betawi didatangi oleh banyak saudagar dari Cina. Para saudagar ini kebanyakan tidak membawa anak isteri. Mereka menjadikan wanita pribumi sebagai ‘gundik’. Para gundik yang dipanggil ‘nyai’ inilah yang pertama-tama memperkenalkan kebaya encim.
Lambat laun, kebaya encim yang semula hanya dipakai oleh para ‘nyai’ dan peranakan Indo-Cina juga dipakai oleh wanita pribumi. Motifnya pun semakin beragam setelah makin banyaknya pendatang serta pedagang dari Portugis serta Malaka.
Kesenian tradisional
Contoh kesenian tradisional betawi yang mendapat pengaruh budaya Cina adalah tari cokek dengan musik pengiringnya, Gambang Kromong. Tarian pergaulan yang ditampilkan dalam berbagai perayaan warga Betawi Tionghoa ini dipercaya dulunya sering digelar oleh para cukong keturunan tionghoa yang kaya raya.
Para penari cokek juga mengenakan hiasan kepala burung Hong, burung api yang berasal dari Cina. Begitupun para penari Yapong mengenakan kain dengan motif naga bewarna merah menyala yang merupakan pengaruh budaya Tionghoa.
Orkes gambang kromong juga menggunakan nada pentatonik Cina yang sering disebut sebagai Salendro Cina atau Salendro Mandalungan. Alat musik gesek dari Cina seperti kongahyan, tahyan dan skong berpadu dengan instrumen berunsur Melayu dan Arab seperti kecrek, gendang, kempul dan Gong. Lagu-lagu yang dibawakan orkes ini pun merupakan adaptasi lagu cina yang disebut pobin, yang biasanya diperdengarkan dalam bentuk instrumental.
Petasan dan kembang api yang tadinya dibakar menjelang Tahun Baru Imlek, menjadi pelengkap setiap hajatan masyarakat Betawi.
Makanan
Kecap, bakso dan bakmi adalah beberpa contoh makanan yang dipengaruhi budaya tionghoa. Salah satu teori menyebutkan bahwa kecap berasal dari bahasa Amoy yang berarti kuah ikan. Ini mungkin terjadi sebab kecap asin yang lebih cair bisa dibuat dari kedelai dengan komposisi ikan laut sebagai salah satu bahannya.Sementara itu bakso dan bakmi berarti daging babi giling, tetapi karena mayoritas masyarakat Betawi adalah muslim, maka diadaptasi dengan daging sapi, sedangkan bakmi diadaptasi menjadi Mie Ayam.
Bahasa
Dalam kosa kata setiap hari banyak istilah Cina yang sudah dianggap punya orang Betawi. Sebut saja cepek (seratus), engkong (kakek), gua (saya), lu (kamu), cabo (pelacur), sekoteng (minuman sejenis wedang jahe), centeng (penjaga malam), toko (tempat bertransaksi), cincau ( minuman ringan dari sari daun), bakiak (sandal dari kayu). Sejak lama rupanya orang-orang Betawi dan Cina sudah bersosialisasi, baik sebagai sahabat, relasi bisnis maupun hubungan pembantu-majikan.
Arsitektur
Bagian depan rumah betawi diberi hiasan pembatas berupa langkan. Lalu agar tampak indah dan tidak kusam, pintu dan jendela hasrus dicat. Istilah ubin, lonceng, pangkeng (kamar tidur), kongkow, teh kuaci, tapang (bermakna balai-balai), langseng, anglo, topo, kemoceng, dan pengki juga berasal dari dialek Hokkian.