Jakartakita.com – Komisioner Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif menegaskan penolakan revisi UU No.30 Tahun 2002 Tentang KPK. Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 tersebut mengatakan bahwa KPK mendapat dukungan dari berbagai pihak untuk menolak revisi , yaitu dari berbagai unsur masyarakat Indonesia. Bahkan seperti yang diketahui bersama, ada beberapa partai politik yang sudah turut untuk menolak revisi ini seperti Gerindra, Demokrat, dan PKS.
“Rakyat menolak revisi, mengapa parlemen yang merepresentasikan rakyat justru ingin melemahkan dan merevisi UU KPK?” ujar Laode dalam seminar dan diskusi Gerakan Anti Korupsi Lintas Perguruan Tinggi di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (18/2/2016).
Terdapat empat poin dalam revisi UU KPK, yakni pembatasan kewenangan penyadapan, pembentukan dewan pengawas, kewenangan KPK dalam menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), dan kewenangan rekrutmen penyelidik dan penyidik.
Laode mencontohkan keanehan dalam salah satu poin revisi, yaitu tentang kewenangan penyadapan. Menurutnya jika penyadapan yang dilakukan lembaga hukum akan diatur, maka harus komprehensif pada semua lembaga, bukan cuma KPK saja.
Pada realitanya, menurut Laode, penyadapan tidak hanya dilakukan oleh KPK. Tetapi juga dibantu oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), kejaksaan, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Narkotika Nasional (BNN).
Selain itu, Laode juga menegaskan bahwa penyidik KPK tidak asal menyadap sehingga masyarakat atau pun pejabat-pejabat lainnya tidak perlu khawatir privasinya terganggu. (Agivonia Vidyandini)