Jakartakita.com – Nama Abdul Aziz berkibar setelah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyatakan akan menggusur kawasan Kalijodo, Jakarta Utara, karena berada di jalur hijau, di atas lahan milik negara. Pria yang lebih dikenal dengan sebutan Daeng Aziz itu terdepan menolak rencana penggusuran tersebut.
Sebenarnya apa sih peran Daeng Azis di Kalijodo?
Daeng Azis disebut-sebut sebagai pemimpin salah satu kelompok di Kalijodo, Penjaringan, Jakarta Utara. Dia memiliki seratusan anak buah. Tugas mereka adalah mengamankan Kalijodo dan memastikan roda bisnis di tempat itu terus berputar.
Menurut cerita dari mulut ke mulut warga Kalijodo. Daeng pertama kali hijrah ke kawasan Kalijodo adalah pada tahun 1980.
Saat itu populasi warga perantauan Makassar menguasai pemukiman di seberang Kalijodo, namun akhirnya direlokasi karena adanya proyek pembangunan Jalan Tol Layang Teluk Intan.
Seiring dengan waktu, Daeng yang asli Makasar menguasai hampir semua bisnis besar di Kalijodo. Tak hanya sebagai pemasok tunggal bir. Daeng juga memiliki sejumlah kafe ‘esek-esek’ besar di Kalijodo
Pada tahun 2001, saat terjadi bentrok antaretnis di Kalijodo, Azis disebut-sebut sebagai orang yang menodongkan pistol ke arah Komisaris Besar Krishna Murti, Direktur Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda Metro Jaya. Krisna saat itu bertugas sebagai Kapolsek Penjaringan dan menyandang pangkat Ajun Komisaris Besar.
“Jangan ada yang mendekat!” tulis Krishna menirukan gertakan Daeng Azis, dalam bukunya berjudul Geger Kalijodo. Buku karya Krishna tersebut menceritakan pola penyelesaian konflik antaretnis yang terjadi di kawasan perjudian dan prostitusi kala itu. Krishna menyebut Daeng Azis dalam karya ilmiahnya itu dengan nama si Bedul.
Untuk diketahui Polda Metro Jaya telah menetapkan Daeng Aziz sebagai tersangka terkait kasus prostitusi. Penyidik Polda Metro Jaya pun telah melayangkan surat panggilan terhadap Daeng Aziz untuk diperiksa sebagai tersangka.