Jakartakita.com – Maraknya isu lesbian, gay, biseksual, dan transjender (LGBT). Membuat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) merasa perlu melarang eksistensi para pria banci atau pria ‘melambai’ di layar kaca.
Larangan tersebut tertuang pada surat edaran tertanggal 23 Februari 2016 lalu dengan nomor 203/K/KPI/02/2016.
Adapun aturan tersebut secara normatif diatur dalam Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Tahun 2012 Pasal 9, Pasal 15 ayat (1), dan Pasal 37 aat (4) huruf a.
Idy memaparkan, dalam Pasal 9 dijelaskan bahwa ada penghormatan terhadap norma kesopanan, kesantunan, dan kesusilaan. “Kedua, ada Pasal 15, anak-anak harus kita lindungi dari pengaruh buruk siaran yang ‘melambai-lambai’ itu,” ujar Idy.
” Pria ‘melambai’ itu kan enggak pantas menurut norma yang berlaku di Indonesia. Kalau dimunculkan tiap hari, jadi lumrah, jadi biasa dan bisa ditiru,” ucapnya.
Adapun kriteria yang dilarang oleh KPI adalah pria sebagai pembawa acara (host), talent, ataupun pengisi acara lainnya (baik pemeran utama maupun pendukung) dengan tampilan sebagai berikut:
1. Gaya berpakaian kewanitaan
2. Riasan (make-up) kewanitaan
3. Bahasa tubuh kewanitaan (termasuk tetapi tidak terbatas pada gaya berjalan, gaya duduk, gerakan tangan, ataupun perilaku lainnya),
4. Gaya bicara kewanitaan,
5. Menampilkan pembenaran atau promosi seorang pria untuk berperilaku kewanitaan,
6. Menampilkan sapaan terhadap pria dengan sebutan yang seharusnya diperuntukkan bagi wanita,
7. Menampilkan istilah dan ungkapan khas yang sering dipergunakan kalangan pria yang kewanitaan.
Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Idy Muzayad, mengatakan salah satu alasan penerbitan Surat Edaran Nomor K/KPI/02/16 tentang larangan pria bergaya kewanitaan muncul dalam siaran televisi, yaitu untuk melindungi generasi muda agar tak mengikuti perilaku kemayu atau ‘melambai’ itu.
“Kebijakan KPI dasarnya melarang siaran perilaku pria kewanita-wanitaan adalah sebagai perlindungan terhadap generasi muda dan remaja. Kami selama ini dapat pertanyaan juga dari pihak yang setuju dengan kebijakan KPI. Masukan publik yang jadi latar belakang kebijakan ini,” ujar Idy di Kantor KPI, Jalan Gajah Mada, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (1/3/2016).
Sebelumnya, Gerakan Indonesia Beradab (GIB) mendatangi kantor KPI dan menyatakan mendukung KPI.
Dukungan itu, menurut Idy, menjadi salah satu bukti kalau banyak orangtua di Indonesia resah dengan tayangan televisi yang menampilkan pria berperilaku kewanita-wanitaan.
Sebab, usai KPI mengeluarkan surat tersebut, banyak pihak kontra yang menanyakan orangtua mana yang resah dan mendukung tindakan KPI itu.