Jakartakita.com – “Pagi Putih” diambil dari judul album terbaru Jubing Kristianto, setelah “Becak Fantasy” dan “The Value of Life”, yang kemudian sengaja dipilih sebagai judul pementasannya di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (3/3/2016) malam. Selain memperkenalkan album baru, Jubing juga ingin berbicara lewat ragam rasa dan suasana yang dikemas dalam penampilan yang menarik.
Jubing dikenal sebagai gitaris fingerstyle Indonesia, banyak merespon berbagai repertoar yang kemudian ditafsir ulang sesuai dengan gayanya. Ia piawai mencipta dan mengaransemen suatu repertoar. Dalam memainkan sebuah lagu, ia tidak hanya sekedar membunyikan barisan not melalui petikan gitar klasiknya dengan berbagai teknik nan dinamis, tetapi juga menghadirkan suasana yang membuat pendengar terbawa dalam nuansa tersendiri.
Jubing, yang lahir di Semarang 50 tahun lalu, dalam perjalanan karirnya sebagai seorang musisi telah menorehkan berbagai prestasi. Ia pernah masuk nominasi AMI Award for Best Jazz Instrumental Performers. Ia mendapat penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia, yaitu pada 2005, sebagai penulis Eksiklopedia Gitar Pertama di Indonesia. Pada 2008 ia menerima penghargaan sebagai gitaris Indonesia pertama yang menyebarluaskan komposisi dan aransemen gitar pribadi secara gratis di internet.
Di konsernya yang berlangsung Kamis malam, yang dihadiri oleh lebih dari 200 orang, Jubing berkolaborasi dengan vokalis Reda Gaudiamo, violinist Didiet, dan gitaris/vokalis Imada. “Dahulu saya beranggapan kalo saya latihan terus saya bakal sejago dia, tapi ternyata tidak. Hehehe… Saya mengenalnya dari SMP, saya kagum sekali dengan Jubing,” tutur Imada.
Selain lagu dari album baru, Jubing pun membawakan lagu dari album terdahulu yang pastinya sudah sangat akrab dengan telinga penggemarnya. Seperti pada lagu terakhir sebelum diganti oleh Imada, Jubing menyanyikan lagu “Gethuk” membawa para penonton ikut menyanyikannya.
Tak hanya konser, penampilan Jubing juga diramaikan fashion show dari Rindra McDraw yang membuat konser Jubing tampak berbeda dengan sebelumnya.
Dengan bekerjasama dengan Rindra, kostum Jubing di panggung pun menjadi variatif. Ia bergonta-ganti kostum, yang pertama batik Pekalongan yang dipadukan dengan batik motif Garuda, yang kedua batik dari Sokaraja, dan yang terakhir memakai batik Garutan dan Cirebonan. Rindra menyebutkan bahwa koleksinya lebih ke kontemporer, selalu ada etniknya.
Selesai konser, penggemarnya menyerbu untuk meminta tandatangan Jubing pada album “Pagi Putih”, ataupun juga gitar yang dibawa. (Indah Purwati)