Jakartakita.com – Ketua Dewan Penasehat Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Ugan Gandar menyatakan, industri migas memiliki peran strategis yang harus dilindungi oleh negara.
Oleh karena itu, sangat wajar kalau BUMN di bidang migas seperti Pertamina, posisinya berada di bawah Presiden.
“Pertamina adalah perusahaan minyak dan gas yang besar. Harusnya usaha hulu dan hilirnya juga sejalan. Kita harus siap mendukung, melindungi dan membesarkan Pertamina sebagai milik bangsa ini bersama-sama,” kata Ugan kepada Jakartakita.com , saat acara Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) 2016 di kantor Pertamina, Jakarta Pusat, Selasa (22/3/2016).
Dijelaskan, sebagai perusahaan besar, saat ini ada saja pihak yang ingin merongrong dan ingin mengkerdilkan Pertamina. Berbagai cara ditempuh, salah satunya melalui melalui Undang-Undang (UU) Migas Nomor 22 Tahun 2001. Hal tersebut untuk menjawab keraguan tidak terkontrolnya Pertamina jika diberi kewenangan untuk mengelola industri migas kembali, seperti sebelum eranya BP Migas/SKK Migas dan BPH Migas.
“Saya berharap kembali ke sana (Era UU No.8/1971),” ucapnya.
“Sederhana saja, dengan adanya SKK Migas, minyak kita makin bagus enggak? Tahun kemarin itu cost recovery-nya lebih besar daripada duit yang didapat,” sambungnya.
Ugan pun menyatakan ketidaksetujuannya dari rencana jajaran Komisaris dan direksi Pertamina yang akan membuat anak perusahaan di sektor shipping.
Menurutnya, bisnis di Pertamina hilir tak pernah bisa mati terutama di sektor angkutan. Karena itu, pihaknya dan SP Pertamina dengan tegas menolak unbundling-shipping.
“Kita bukan alergi terhadap investor, baik dari domestik atau asing. Karena intinya, Pertamina tidak bisa lepas dari mitra. Tapi, mitra yang masuk sebaiknya tidak terkait dengan partai politik dan bahkan dengan seenaknya menekan-nekan kinerja Pertamina,” tuturnya.
Namun diakui Ugan, untuk menjadikan Pertamina besar harus ada dukungan dari Pemerintah.
Adapun kondisi yang ada saat ini, Pertamina berada di bawah dua kementerian, yakni BUMN dan Kementerian ESDM. (Edi Triyono)