Ian, salah satu pegolf yang paling bersinar di IGT 2015, mampu mengejar selisih 3 pukulan, dan bahkan membalikkan keadaan sehingga memimpin leaderboard di putaran akhir. Titik balik kemenangan Ian terjadi di hole 5 par 5. Bola pukulan ketiga Ian yang awalnya dianggap hilang ternyata masuk lubang (hole).
Tiga under langsung diukirnya setelah birdie di hole 2. Skor tersebut bertambah dengan 3 birdie di hole 8, 10 dan 13. Pegolf berusia 24 tahun ini menutup permainannya dengan skor 65 (7 di bawah par), dan skor total 206 (10 di atas par). Ian harus menunggu I Ketut Sugiarta yang masih menyisakan 1 hole lagi.
I Ketut sebenarnya berpeluang untuk memaksakan playoff. Dengan skor total 9 di bawah par, Ketut tinggal membukukan skor birdie. Sayang, peluang itu terbuang percuma. Pegolf asal Bali berusia 41 tahun hanya mampu membuat par setelah birdie dari jarak 7 meter gagal dimasukkan, dan harus puas di posisi kedua.
“Saya sudah mencoba yang terbaik. Target saya tercapai untuk masuk lima besar,” kata pegolf tuan rumah.
Bagi Ian, keberhasilan ini mengulang suksesnya di seri dan tempat yang sama. Ini merupakan comeback-nya setelah terkena gejala demam berdarah selama 2 minggu.
“Awalnya saya ingin bermain di turnamen ADT di Taiwan. Namun, karena kena gejala Demam Berdarah, saya harus istirahat di rumah selama dua minggu. Ketika saya merasa lebih baik, saya memutuskan untuk mengikuti turnamen IGT,” jelas juara Grand Final IGT 2015.
Ian sendiri masih berkeyakinan bisa mengejar ketertinggalan tiga pukulan dari Jordan Irawan, penguasa leaderboard sebelumnya. Selain terbantu kondisi angin kencang yang biasa dihadapinya di Bali, motivasi terbesar Ian sehingga bisa mempertahankan gelar adalah George Gandranata
“Kemenangan George (Gandranata) di PGM kemarin membuat saya termotivasi ingin menang juga di ADT. Itu juga menjadi bukti bahwa IGT membuahkan hasil,” kata Ian yang tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada para sponsor: OB GOLF dan Ancora Sports serta PGA Tour of Indonesia. Ian membawa pulang hadiah Rp 34 juta, dari total hadiah Rp 200 juta untuk Seri II.
Sementara, Jordan yang awalnya sempat diprediksikan beberapa orang melanjutkan tradisi juara setelah menang Seri I IGT 2016 turun ke peringkat tiga dengan skor total 5 di bawah par. “Ia belum bisa mengontrol emosinya, padahal dari sisi permainan ia sudah tidak masalah,” kata James Irawan, ayah Jordan.
Meski tidak berhasil memenangi IGT Seri II, Ketut Sugiarta bisa berbangga dengan keberhasilan putranya, Kadek Adi Aksama Putra, yang memenangi gelar Low Amateur. Permainan apik remaja berusia 16 tahun itu mengantarkannya ke tangga juara khusus amatir. Siswa kelas 10 itu membukukan skor 71 (satu di bawah par) dengan total 219 (3 di atas par).
Hasil tersebut tidak dapat dikejar para pegolf amatir lainnya yang umumnya mengalami anjlok dlam permainan hari ini. Menurut Ketut, prestasi Kadek merupakan hasil latihan kerasnya sejak memulai golf dari usia 12 tahun.
“Saya senang dan bangga terhadap anak saya. Setiap pulang sekolah jam 3 saya ajak Kadek untuk datang ke Padang Golf Modern dan berlatih bersama saya. Saya sendiri yang mengajar Kadek. Setelah latihan kita pulang bersama,” jelas Ketut.
Di divisi putri, Nadya menjadi low amateur. Hasil ini tentu saja menjadi tambahan pengalaman bagi remaja asal Bandung ini.
“Saya mendapatkan pengalaman yang banyak dari IGT. Ke depannya saya ingin berpartisipasi di turnamen-turnamen IGT. Main di sini, atmosfernya benar-benar berbeda. Begini rasanya turnamen profesional itu ya? Namun, target saya belum tercapai di turnamen kali ini, yaitu mengubah skor over saya menjadi under,” kata Nadya.