“Setelah sempat melemah sejak semester dua tahun 2014, optimisme pasar sekarang sudah kembali menguat. Hampir semua top kategori menunjukkan peningkatan dalam belanja iklan. Tanda-tanda pemulihan sudah terlihat dari kuartal ke tiga tahun 2015 kemarin dan sekarang kita lihat angka pertumbuhannya sudah kembali seperti sedia kala,” tutur Hellen Katherina, Direktur Media, Nielsen Indonesia, dalam keterangan resminya.
Dilihat dari sisi kategori produk, untuk periode sepanjang Januari-Maret 2016, kesepuluh kategori yang paling tinggi belanja iklannya mengalami pertumbuhan yang positif. Di urutan pertama adalah kategori Rokok Kretek yang memberikan kontribusi yang paling tinggi untuk belanja iklan di kuartal pertama, yaitu sebesar Rp 1,9 Triliun, dengan pertumbuhan sebesar 76 persen. Di urutan berikutnya adalah kategori Pemerintahan dan Organisasi Politik dengan total belanja iklan sebesar Rp 1,8 Triliun dan juga tumbuh sebesar 76 persen, yang didorong oleh kampanye Kementrian Kesehatan untuk memberantas Polio. Di urutan ketiga adalah kategori Produk Perawatan Rambut dengan belanja iklan mencapai Rp 1,3 Triliun dan tumbuh sebesar 36 persen dibandingkan dengan kuartal pertama tahun 2015.
Sementara itu, dilihat dari merek-merek yang beriklan, Dunhilll (rokok kretek) menjadi merek yang belanja iklannya tertinggi di sepanjang kuartal pertama tahun 2016 dengan angka belanja iklan mencapai Rp 420 miliar. Berada di bawah merek tersebut, Indomie sekali lagi turut menjadi kontributor belanja iklan utama dengan nilai Rp 272 miliar dan tumbuh sebesar 12 persen dibandingkan kuartal pertama tahun lalu. Di urutan ketiga adalah merek rokok kretek lainnya, yaitu Djarum Super Mild, dengan angka belanja iklan sebesar Rp 200 miliar dan tumbuh sebesar 428 persen atau lebih dari empat kali lipat.
Di antara sepuluh produk dengan belanja iklan tertinggi juga terdapat Kementerian Kesehatan yang ikut mendorong pertumbuhan dengan angka belanja iklan sebesar Rp 165 Miliar dan meningkat sangat signifikan hingga 25.356 persen dibandingkan kuartal pertama tahun 2015. Dengan angka belanja iklan tersebut, Kementerian Kesehatan berada di urutan ke enam untuk belanja iklan tertinggi sepanjang kuartal pertama tahun 2016.
Dari jenis medianya, pertumbuhan belanja iklan di periode Januari-Maret 2016 sangat didorong oleh pergerakan yang positif di TV, yaitu meningkat sebesar 33 persen. Media cetak menunjukkan pergerakan yang lebih konstan, di mana belanja iklan koran tumbuh sebesar 1 persen dan majalah/tabloid tetap dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Belanja iklan di TV di sepanjang kuartal pertama tahun 2016 mencapai Rp 24,2 Triliun dengan porsi tertinggi diserap di jam tayang utama (pukul 18.00 – 22.00) yaitu sebesar Rp 6,4 Triliun atau lebih dari seperempatnya. Di rentang waktu tersebut, angka rating rata-rata mencapai angka tertinggi dibandingkan dengan rentang waktu yang lain, yaitu 1,5 persen. Sebagai perbandingan, angka rating rata-rata pada pukul 02.00-05.59 hanya sebesar 0,2 persen dengan total belanja iklan sebesar Rp 656 Miliar (atau 2,7 persen dari total belanja iklan). Melihat hal tersebut, tampaknya pengiklan tidak hanya mencari program dengan rating tinggi untuk beriklan.
Berdasarkan tipe program yang disiarkan, rating kecil tidak berarti sepi iklan. Tipe program Informasi dan Berita memiliki rating rata-rata masing-masing 0,5 persen dan 0,3 persen dengan total nilai belanja iklan mencapai masing-masing Rp 3,4 triliun dan Rp 3 triliun. Angka tersebut sedikit di bawah belanja iklan yang diserap program Film dengan rating rata-rata 1 persen, yaitu sebesar Rp 3,7 triliun.
Produk dengan target konsumen yang lebih luas cenderung menempatkan iklannya pada program Serial, Hiburan dan Film dengan target pemirsa yang juga cenderung lebih luas, sedangkan produk yang menargetkan konsumen dengan gaya hidup tertentu cenderung mengalokasikan anggaran iklan yang lebih besar pada jenis program tertentu , seperti Informasi dan Berita. Produk yang paling banyak beriklan di program Informasi dan Berita adalah Traveloka.com dengan belanja iklan mencapai Rp 103 miliar di sepanjang kuartal pertama. Selain itu, di antara sepuluh besar produk yang beriklan di program Informasi dan Berita juga terdapat produk yang ditujukan untuk pasar pengguna internet, yaitu Telkomsel Internet Broadband dan Tokopedia dengan belanja iklan masing-masing sebesar Rp 61 miliar dan Rp 46 miliar.
Produk-produk yang mempunyai target pasar untuk konsumen yang lebih umum (mass product) juga termasuk dalam kontributor iklan utama di program-program Informasi dan Berita. Di antaranya adalah Indomie (Rp 94 miliar), Sedaap (Rp 79 miliar), dan Top Kopi Susu Kental Manis (Rp 66 miliar). Sementara itu, produk-produk yang ditujukan untuk gaya hidup tertentu sebagai kebutuhan tambahan di segmen kelas atas juga mengalokasikan anggaran yang lebih besar pada program-program Informasi dan Berita. Beberapa di antaranya adalah Vanish OXI Action (Rp 59 miliar), Fitbar Snack (Rp 57 miliar) dan Tropicana Slim (Rp 49 miliar).
Traveloka mengalokasikan 74 persen dari total belanja iklannya ke program Informasi dan Berita. Berdasarkan profil konsumen yang berpotensi menggunakan Traveloka, yaitu pengguna internet yang suka bepergian, sebanyak 81 persen diantaranya berusia 20-49 tahun, 65 persen di antaranya adalah laki-laki, dan 80 persen di antaranya berasal dari kelas ekonomi atas (berdasarkan survei Nielsen Consumer Media View, Q1 2016). Profil tersebut cenderung berkorespondensi dengan program Informasi dan Berita yang sangat kuat di usia 30+, laki-laki, dan kelas atas.
Contoh lain adalah produk-produk dengan target pasar yang lebih umum. Walaupun memiliki kecenderungan untuk mengalokasikan sebagian besar anggaran beriklan ke program-program populer, porsi belanja iklan untuk program dengan rating rendah juga cukup tinggi. Misalnya Indomie, dengan profil konsumen berasal dari semua kalangan, mengalokasikan hampir separuh (48%) dari belanja iklannya ke program Serial dan Hiburan yang profil pemirsanya cukup luas. Namun Indomie juga menempatkan sebesar 36 persen dari total belanja iklannya ke program Informasi dan Berita.
“Pemilihan program dengan potensi pemirsa yang sesuai dengan profil konsumen yang ditargetkan bisa jadi lebih efektif dibandingkan menggelontorkan anggaran beriklan untuk program-program populer untuk pemirsa kebanyakan. Hal tersebut khususnya sangat penting untuk produk yang mempunyai target konsumen cukup spesifik. Sementara untuk mass product , beriklan di berbagai jenis tipe program walaupun ratingnya tidak tinggi dapat berguna untuk menjangkau profil pemirsa yang beragam,” tutur Hellen.