Jakartakita.com – Pemerintah menargetkan pendapatan negara dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 sebesar Rp 1.737,6 triliun.
Target tersebut lebih rendah dibandingkan APBN 2016 yang tercatat sebesar Rp 1.822,5 triliun dan RAPBN 2016 sebesar Rp 1796,4 triliun.
Presiden Joko Widodo mengatakan, pendapatan tersebut bersumber dari penerimaan perpajakan yang ditargetkan sebesar Rp 1.495,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang ditargetkan Rp 240,4 triliun.
“Tantangan PNBP masih berat dengan masih rendahnya harga beberapa komoditas pertambangan, seperti minyak bumi dan batu bara,” kata Presiden Jokowi, dalam pidato penyampaian keterangan pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang APBN Tahun Anggaran 2017 beserta Nota Keuangan dalam Rapat Paripurna DPR di Jakarta, Selasa, 16 Agustus 2016 lalu.
Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan kebijakan perpajakan pada 2017 akan diarahkan untuk mengoptimalkan potensi penerimaan dari sektor pajak dengan tetap menjaga daya beli masyarakat serta mendorong iklim investasi.
“Pajak ini kombinasi dari dua fungsi yang sebenarnya sulit dilakukan yaitu penerimaan negara yang diperkuat, tapi juga mendorong iklim investasi agar kompetitif. Kami cari titik tengah dari sisi pendapatan,” kata Sri.
Lebih lanjut Sri mengatakan, fokus penerimaan perpajakan yang pada RAPBN 2017 ditargetkan sebesar Rp1.495,9 triliun akan diarahkan pada pendapatan dari sektor nonmigas terutama dari Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp751,8 triliun dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp493,9 triliun.
Ia menjelaskan untuk mencapai target tersebut pemerintah akan melakukan berbagai langkah kebijakan seperti peningkatan tax base dan kepatuhan wajib pajak yang meliputi penerapan pengampunan pajak serta upaya ekstensifikasi melalui penguatan basis data perpajakan.
“Optimalisasi penerimaan perpajakan ini termasuk melanjutkan kebijakan tax amnesty sampai Maret 2017,” jelasnya.
Kemudian, lanjut dia, pemerintah juga mendorong upaya intensifikasi melalui penggunaan teknologi informasi serta menjalankan implementasi atas konfirmasi status wajib pajak bagi pelayanan publik.
Selain itu, pemerintah memberikan insentif perpajakan untuk meningkatkan iklim investasi, daya saing industri dan mendorong hilirisasi industri dalam negeri, memperbaiki regulasi perpajakan dan mengenakan cukai atau pajak lainnya untuk pengendalian konsumsi barang tertentu.
“Pemerintah juga akan mengarahkan perpajakan internasional untuk mendukung transparansi dan pertukaran informasi, pertumbuhan investasi, peningkatan perdagangan dan perlindungan industri dalam negeri,” tandas Sri. (Heri Supriyatna)