Jakartakita.com – Novelis Noorca M. Massardi meluncurkan karya tulisannya yang ketujuh berjudul “Setelah 17 Tahun” di Midtown Bistro & Lounge, SCBD, Jakarta, pada akhir pekan lalu. Novel tersebut ditulis di Jakarta dan Bali selama 15 bulan. Kisah cerita yang diangkat merupakan kisah nyata tentang drama kekerasan verbal pada rumah tangga.
Melalui dua tokoh suami-istri ini, Noorca ingin berbagi ihwal kepedihan dan derita seorang perempuan di tengah keluarganya dan di dalam rumah tangganya kerap mengalami kekerasan verbal berkelanjutan. Pertama dilakukan oleh keluarga intinya sejak kecil kemudian berlanjut oleh suaminya sendiri selama 17 tahun.
“Novel ini diangkat dari kisah nyata kedua tokoh utamanya, yang sama-sama mengalami kekerasan verbal dalam kehidupan mereka sebelumnya,” ujar Noorca, saat peluncuran novel.
Berkisah tentang Putri Maulida, seorang perempuan cerdas yang selalu menerima kekerasan verbal di lingkungan keluarganya sejak kecil hingga dewasa.
Pertemuannya dengan Alfian, seorang aktivis senior di kampusnya yang cerdas dan sopan, seakan memberikan angin segar bagi Putri agar terbebas dari trauma kekerasan verbal dari keluarganya. Berbekal keyakinan hidup bahagia, Putri menerima lamaran Alfian dan hijrah ke Perancis demi menemani suaminya belajar dan berbakti.
Namun, Alfian yang dianggap sebagai penyelamat dari lingkungan keluarga justru memperpanjang sejarah kekerasan verbal dalam hidup Putri, bahkan anak-anak mereka pun ikut menjadi korbannya.
Noorca mengungkapkan, drama psikologis rumah tangga lewat novel ini merupakan kisah nyata seorang perempuan. Perempuan yang menderita akibat kekerasan verbal, tetapi akhirnya berani memutus rantai deritanya dan berjuang untuk hidup.
Tak hanya sang penulis, acara peluncuran buku uga dihadiri oleh Joice Manurung, seorang psikolog.
Menurut Joice, kekerasan verbal kerap menjadi salah satu faktor penyebab depresi seseorang, baik kekerasan verbal yang dilakukan orangtua terhadap anaknya, ataupun suami terhadap istri atau pasangannya.
“Kekerasan verbal justru kadang lebih berbahaya dampaknya daripada kekerasan fisik, tapi kerap diabaikan,” ujarnya.
Joice juga mengatakan, ada beberapa jenis kekerasan verbal yang sering terjadi, di antaranya lewat cara berteriak, menuduh, menjelek-jelekkan, menyepelekan, mengulang-ulang kesalahan, dan atau memanggil dengan nama sebutan yang merendahkan.
Pembahasan novel “Setelah 17 Tahun” mendapat reaksi positif. Para pencinta buku yang turut hadir dalam peluncuran novel turut bercerita tentang kekerasan verbal yang pernah mereka alami, atau pernah dilakukan terhadap orang lain. (Agivonia Vidyandini)