Jakartakita.com – Perkembangan teknologi informasi telah membuka peluang bisnis baru. Lewat pengaplikasian Internet of Things (IoT), pendekatan terhadap produk dan jasa pun berubah.
Perusahaan dapat memberikan layanan purna jual yang komprehensif dengan memanfaatkan sistem sensor, konektivitas internet, dan infrastruktur komputasi awan.
Dalam hal ini, analisa data besar (BIG DATA Analytics) berperan penting untuk mengetahui apa yang dibutuhkan oleh konsumen. Bukan hanya dunia usaha, sejumlah pemerintahan pun telah menerapkan sistem IoT dalam melayani kebutuhan masyarakatnya.
Pada 2013, Volkswagen meluncurkan layanan baru yang diberi nama “Car-Net”. Lewat layanan ini, pemilik kendaraan bisa terhubung dengan dunia luar melalui jaringan internet. Dengan mengaplikasikan fitur yang tersedia, pengemudi akan dicarikan jalan pintas memotong kemacetan, hingga informasi kapan harus ke bengkel. Bahkan ketika terjadi kecelakaan, Volkswagen secara otomatis mengirimkan notifikasi kepada keluarga si pemilik.
Layanan yang diberikan Volkswagen kepada konsumennya itu bisa terwujud lewat sistem yang disebut internet atas segala hal, “Internet of Things” (IoT).
IoT adalah terhubungnya benda-benda yang memiliki sensor pintar di dalam sebuah ekosistem digital. Melalui jaringan internet, sensor pintar itu kemudian mengirimkan informasi terkait aktivitas pengguna ke server atau komputasi awan melalui aplikasi yang digunakan.
Semua data yang ada di server tersebut lalu diproses dan dianalisa. Hasilnya menjadi rekomendasi bagi pelaku usaha untuk mengeluarkan produk atau layanan jasa baru sesuai kebutuhan pelanggan, bahkan sebelum mereka sadari. Artinya, dengan IoT dunia usaha dituntut semakin inovatif untuk menciptakan berbagai peluang bisnis baru dari setiap produk yang diproduksi.
“IoT akan mengubah cara kita berbisnis, sebagaimana dilakukan internet pada 1990-an,” kata Sachin Mittal, analis telecom, media, & technology DBS Group Research, dalam risetnya yang berjudul“From Products to Services: The Next Internet of Things and How Asia Is Driving Its Adoption” seperti dilansir dalam rilis yang diterima Jakartakita.com, baru-baru ini.
Lebih lanjut siaran pers tersebut menyebutkan, penerapan IoT tidak hanya bermanfaat bagi dunia usaha, melainkan juga pemerintah kota dalam memberikan pelayanan kepada warganya. Sistem “smart city” ini sekarang sudah mulai diterapkan oleh sejumlah pemerintahan di Asia. Tiongkok bahkan akan mengembangkan konsep “smart city” di 202 kota, seiring meningkatnya urbanisasi di negara tersebut.
Singapura, misalnya. Keterbatasan layanan di rumah sakit tidak dapat mengimbangi jumlah penduduk senior yang terus meningkat. Salah satu cara untuk mengatasi persoalan ini adalah dengan memberikan layanan kesehatan jarak jauh. Di sini kondisi pasien bisa langsung terpantau dokter melalui sistem informasi yang ada di rumah sakit.
Asia Pasifik merupakan kawasan paling agresif menerapkan sistem IoT, terutama Singapura dan Korea Selatan.
Menurut kajian Forrester Consulting, sekitar 58 persen perusahaan di Asia Pasifik sudah mengimplementasikan atau berencana menerapkannya dalam 24 bulan ke depan. Akan tetapi, bukan berarti tidak ada rintangan dalam penerapan IoT, terutama menyangkut keamanan dan kerahasiaan data pengguna.
Biarpun begitu, Frost & Sullivan memperkirakan pertumbuhan rata-rata tahunan belanja sistem IoT di Asia Pasifik mencapai 34 persen selama periode 2014-2020.
Diprediksi total belanja IoT di kawasan ini mencapai US$ 59 miliar pada 2020. Kontribusi pertumbuhan tersebut terutama berasal dari penerapan IoT di sektor manufaktur.
Seiring meningkatnya penerapan IoT dalam kehidupan sehari-hari—mulai dari pelayanan kesehatan, transportasi, logistik, hingga pertanian—membutuhkan sistem operasional yang sama, meski produk yang digunakan berasal dari produsen berbeda. Artinya, pemerintah dan pelaku usaha perlu membuat standardisasi protokol IoT yang dapat dipakai oleh seluruh jenis produk.
Hal ini penting dilakukan mengingat pada 2020 sekitar 80 persen pendapatan di sektor IoT akan berasal dari layanan jasa ini, termasuk layanan data analytics.
Lembaga riset teknologi informasi Gartner memperkirakan IoT akan mendorong peningkatan belanja jasa menjadi US$ 263 miliar dari US$ 69,5 miliar pada 2015, atau rata-rata pertumbuhan tahunan sebesar 23 persen. Gartner pun memperkirakan pemanfaatan IoT akan menciptakan nilai tambah hingga US$ 1,9 triliun pada 2020.
“IoT akan mengubah bagaimana bisnis dijalankan, termasuk struktur industrinya. Tapi peluang pertumbuhan dan pendapatan yang besar tidak bisa diabaikan, sehingga perusahaan yang paling awal mengadopsi sistem ini yang akan menuai keuntungan,” tandas Mittal.