Pernah perhatikan tanda bintang di sudut penawaran menarik sebuah kredit? ‘Jebakan Batman’, begitu kebanyakan orang menyebutnya. Batman tidak akan bisa menjebak Anda, jika memahami bagaimana bank menghitung bunga kreditnya. Tidak percaya?
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) masih menjadi andalan para pemburu properti sebagai solusi pembiayaannya. Tak pandang dia sebagai end user, pun investor. Yang membedakan keduanya ada pada perhitungan besaran suku bunga dan tenornya.
Ya, suku bunga sudah pasti jadi pertimbangan utama bagi kedua tipe konsumen properti di atas. Suku bunga rendah? Siapa yang tidak mau?
Tingginya minat para pemburu properti terhadap KPR memacu bank-bank penyalur bersaing menawarkan bunga rendah. Sayangnya, kebanyakan suku bunga rendah diberikan hanya di awal kredit saja.
Lantas bagaimana selanjutnya?
Coba tengok seperti apa sih penawaran dari bank-bank besar penyalur kredit di Indonesia. Saat ini, ada yang menawarkan bunga di kisaran 8 persen hingga lima tahun pertama kredit. Setelah itu, biasanya bunga kredit akan mengikuti pasar yang berlaku, biasanya terpaut cukup jauh.
Nah, pada fase ini, biasanya konsumen akan langsung menjerit. Tuduhan bank mencekik nasabah pun kerap terlontar. Istilah ‘jebakan Batman’, tipu-tipu, hingga cari untung besar, menjadi tuduhan paling familiar yang kemudian terdengar.
Menghindari rasa kaget itu, sudah seharusnya nasabah mempelajari dengan jelas terkait fasilitas KPR yang dituju. KPR itu tidak melulu hanya soal berapa bunga dan jangka waktu pembayarannya. Perhitungan bunga ke depannya itu jelas juga sangat penting.
Mari mengenal istilah prime lending rate, atau suku bunga dasar kredit. Istilah ini merujuk pada besaran minimal suku bunga kredit dari sebuah bank. Jadi, coba saja cari tahu prime lending rate dari bank yang sedang Anda incar fasilitas kreditnya.
Eits, jangan ditelan mentah-mentah. SBDK adalah besaran bunga minimum yang kebanyakan hanya diberlakukan pada nasabah prioritas bank tersebut. Dengan kata lain, Anda dipastikan akan mendapat suku bunga di atas SBDK. Sebagai informasi, saat ini, SBDK lima bank besar di Indonesia berada di kisaran 10 persen.
Di situs resminya, setiap bank memang diwajibkan mencantumkan SBDK ini. Jadi, cukup klik, atau tanya langsung di customer service masing-masing bank. Selain itu, coba juga bertanya pada rekan yang sudah memiliki KPR berjalan di bank tersebut, lalu sesuaikan dengan floating rate yang berlaku.
Jadi, jika Anda mendapat suku bunga kredit di bawah SBDK untuk setidaknya lima tahun awal kredit, gunakan hal tersebut sebaik mungkin. Jangan berfoya-foya lantaran menganggap kredit Anda berbunga rendah.
Sisihkan dana Anda sejak awal untuk membayar cicilan ketika harus masuk ke fase floating rate. Anda tetap untung kok, pasalnya Anda sudah berhemat setidaknya 60 bulan (Jika fix lima tahun) cicilan pertama. Lumayan kan? **
Penulis : Ignatius Untung – Country General Manager Rumah123