Yayasan Nusa Patris Infrastruktur Luncurkan Program ‘Saatnya Didengar’

foto : istimewa

Jakartakita.com – Dalam rangkaian acara Indonesia Infrastructure Week (IIW) 2016 belum lama ini, Yayasan Nusa Patris Infrastruktur, sebuah lembaga think tank, melakukan survei nasional mengenai persepsi masyarakat tentang infrastruktur, yang fokusnya pada generasi muda, atau Gen Y (Generation Y) di kelompok usia 19-36 tahun.

Survei ini mencakup lebih luas wilayah geografisnya serta lebih spesifik kepada proyek-proyek pemerintah yang telah dan sedang dilakukan.

Sebanyak lebih dari 1.000 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia hadir di acara IIW tersebut, untuk berdialog dan menyampaikan pendapatnya untuk didengar pemerintah.

Dalam kesempatan tersebut, juga diluncurkan program ‘Saatnya Didengar’ atau ‘Time to be Heard’ yang digagas oleh Prof. Danang Parikesit, guru besar infrastruktur yang juga adalah pendiri Yayasan Nusa Patris, bersama Infrastructure Asia dan Accenture yang melakukan analisis dan penyajian data ke publik.

Menurut Danang, pertimbangan penting munculnya gerakan “Saatnya Didengar” ini adalah karena selama ini, pembahasan mengenai infrastruktur hanya dilakukan secara elitis, dan terbatas pada pengambil kebijakan, oleh pejabat pemerintah pusat daerah serta para investor.

Dijelaskan, masyarakat, khususnya generasi muda yang akan memanfaatkan infrastruktur 10-15 tahun lagi, jarang sekali dilibatkan dalam proses, baik perencanaan maupun implementasi infrastruktur. Suara generasi muda, khususnya dikaitkan dengan pilihan-pilihan solusi yang dimunculkan sangatlah terbatas. Padahal dari generasi inilah akan muncul inovasi dan teknologi baru.

Adapun dalam surveynya tersebut, terungkap bahwa sejumlah 45% dari responden survei menyatakan, bahwa kondisi infrastruktur transportasi merupakan hambatan pembangunan yang perlu diprioritaskan pemerintah.

Menurut dia, bahwa saat ini pemerintah sudah menyadari bahwa infrastruktur harus menjadi prioritas.

“Persoalannya adalah bahwa pemerintah belum memiliki strategi implementasi yang efektif. Dari dua tahun pemerintahan Jokowi JK, infrastruktur yang telah dibangun adalah “warisan” dari perencanaan tahap sebelumnya. Tahun 2017 ini akan menjadi pertaruhan penting bagi kesuksesan Kabinet Kerja,” sebut Danang, dalam siaran pers yang diterima Jakartakita.com, baru-baru ini.

Lebih jauh, Danang menyampaikan bahwa skema pembiayaan pembangunan harus merupakan kombinasi dari pembiayaan rupiah murni, penugasan BUMN dan dengan menggunakan skema kemitraan pemerintah dan badan usaha.

Ditambahkan, bahwa kebijakan pinjaman luar negeri untuk pembiayaan infrastruktur harus tetap menjadi pilihan karena biaya kapital (cost of fund) untuk pinjaman luar negeri bisa saja lebih kompetitif dibandingkan dengan penerbitan obligasi pemerintah, baik yang SUN/SBN maupun sukuk.

Danang juga menjelaskan bahwa ICOR (Incremental Capital Output Ratio) atau perbandingan antara peningkatan pertumbuhanan ekonomi dan belanja modal termasuk infrastruktur Indonesia adalah 5,12.

“Artinya, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 1% dibutuhan peningkatan belanja infrastruktur sebesar 5,12%. Dengan demikian, teknologi digital akan lebih cepat meningkatkan kapasitas pertumbuhan ekonomi nasional dibandingkan dengan infrastruktur yang konvensional,” terangnya.

Sementara itu, Neneng Goenadi, Country Managing Director dari Accenture menjelaskan, dari studi-studi mereka bahwa digital technology yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari generasi muda, akan mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Neneng menepis tanggapan bahwa teknologi digital hanya untuk kaum urban.

Saat ini, jelas dia, Accenture telah mendampingi komunitas hutan di Sumatera dan terbukti bahwa pengenalan teknologi digital bagi masyarakat perdesaan juga mampu meningkatkan akses masyarakat ke pengetahuan yang mereka butuhkan.

Studi Accenture juga memperlihatkan bahwa kenaikan investasi di teknologi digital sebesar 0,5% akan meningkatkan 1% pertumbuhan ekonomi.

Hal yang sama disampaikan oleh Prof. Suhono Supangkat dari ITB dan penggagas Smart City Indonesia, yang menjelaskan bahwa transformasi ke ekonomi digital merupakan keharusan.

“Infrastruktur Indonesia ke depan harus mengintegrasikan konsep “smart” melalui sinergi antara teknologi, SDM dan kelembagaan yang kuat,” jelasnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan bahwa dalam pemerintahannya, Indonesia akan fokus ke infrastruktur. Hal ini dikaitkan dengan perlunya peningkatan daya saing nasional yang ditunjukkan dengan rangking Ease of Doing Business.

Lebih jauh, Presiden menyampaikan bahwa, meskipun peringkat Indonesia mengalami peningkatan dari 106 (2016) menjadi 91 (2017), pemerintahnya memiliki sasaran rangking 40 pada tahun 2019.

“Infrastruktur merupakan kunci dari pencapaian sasaran ini karena kalangan dunia usaha masih melihat bahwa sektor infrastruktur masih menjadi kendala pokok pembangunan,” jelas Presiden.

 

AccentureIndonesia Infrastructure Week (IIW) 2016Infrastructure Asiainfrastrukturprogram ‘Saatnya Didengar’surveiYayasan Nusa PatrisYayasan Nusa Patris Infrastruktur
Comments (0)
Add Comment