Teknologi Merubah Bonus Demografi Jadi Bencana Demografi?

foto : istimewa

Jakartakita.com – Banyak pihak memperkirakan bahwa Indonesia akan mengalami Bonus Demografi pada periode 2020-an.

Namun, dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat saat ini, terutama pemanfaatan mesin otomatis dan robot yang menggantikan peran manusia, maka Bonus Demografi dapat berubah menjadi Bencana Demografi apabila pemerintah tidak membenahi beberapa hal yang mendesak.

Menurut Agus Tony Poputra – Staf Pengajar Universitas Sam Ratulangi Manado, dengan pesatnya perkembangan teknologi, pekerjaan-pekerjaan tertentu diperkirakan akan menghilang dan diganti oleh pekerjaan-pekerjaan baru.

Akan tetapi pekerjaan-pekerjaan baru yang akan terbentuk sepertinya tidak membutuhkan banyak sumber daya manusia seperti saat ini.

“Berkaca pada kondisi tersebut, maka Bonus Demografi dapat berubah menjadi Bencana Demografi,” jelas Agus dalam siaran pers yang diterima Jakartakita.com, Kamis (04/1/2017).

Meski demikian, lanjut Agus, tekanan lapangan kerja untuk mengakomodasi tenaga kerja baru di masa mendatang tidak hanya dihadapi Indonesia.

Hampir seluruh negara di dunia, termasuk negara dengan pertumbuhan penduduk yang sangat rendah, menghadapi situasi yang sama.

“Oleh sebab itu, banyak negara maju yang melakukan investasi di luar negeri berusaha mengekspor pula tenaga kerjanya untuk mengurangi tekanan lapangan kerja dalam negeri, sebagaimana dilakukan China,” terang Agus.

Lebih lanjut diungkapkan, tantangan Indonesia dalam menghadapi ancaman Bencana Demografi berasal dari tiga faktor utama, yaitu;

Pertama, mentalitas kebanyakan masyarakat Indonesia yang belum berpihak pada upaya keras untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk kesejahteraan bersama.

Apabila mentalitas ini tidak cepat disentuh lewat program yang tepat, maka Indonesia bisa mengalami apa yang disebut dengan Kutukan Sumber Daya Alam. Masyarakat terbuai dengan sumber daya alam yang melimpah sehingga tidak memanfaatkannya secara efektif dan efisien. Saat sumber daya alam menipis, maka upaya merebut sisa-sisanya akan menimbulkan konflik sosial seperti banyak negara di Afrika.

Kedua, sistem pendidikan di Indonesia, terutama kurikulumnya, belum mendukung pembentukan karakter yang kuat serta belum mampu mempersiapkan peserta didik untuk terjun dalam dunia kerja dan mengadaptasi kondisi kerja kekinian.

Oleh sebab itu, sistem pendidikan terutama kontennya merupakan prioritas utama untuk dibenahi agar semua tidak terlambat. Juga agar bangsa ini tidak menjadi bangsa yang selalu iri hati terhadap pekerja asing, saat diri sendiri tidak mampu mengisi lapangan kerja, baik karena persoalan keterampilan maupun etos kerja yang rendah.

Ketiga, pengabaian terhadap program pengendalian penduduk.

Sejak reformasi, program Keluarga Berencana (KB) seakan mati suri. Banyak keluarga yang memiliki anak yang relatif banyak. Celakanya, angka kelahiran tertinggi didominasi oleh kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.

Kondisi ini membuat banyak anak tumbuh tanpa gizi yang cukup serta pendidikan yang kurang memadai. Ini akan menjadi beban negara di masa mendatang dan memperbesar potensi kerawanan sosial.

Berkenaan dengan hal tersebut, maka pemerintah perlu memperkuat program KB untuk mengendalikan pertumbuhan angka kelahiran.

Dan dalam konteks yang lebih luas, pemerintah juga perlu mengendalikan masuknya pekerja asing.

Menurut Agus, dengan secepatnya membenahi tiga kondisi di atas, maka Indonesia dapat menghindari Bencana Demografi.

“Dan diharapkan, Bonus Demografi dapat terwujud dimana sumber daya manusia yang relatif besar didukung oleh ketersediaan lapangan kerja secara memadai,” tandasnya.

 

 

Agus Tony Poputrabonus demografiStaf Pengajar Universitas Sam Ratulangi Manadosumber daya manusiateknologiteknologi informasi
Comments (0)
Add Comment